Ada yang menarik saat kemarin pagi jalan pagi keliling perumahan bersama isteri dan anjing kecil kami Coco. Di sela-sela tetumbuhan pohon pinus yang rimbun di sepanjang jalan perumahan, ada beberapa tanaman jeruk nipis yang sepertinya tumbuh liar. Sekilas tanaman tersebut terlihat subur dan akan mulai berbuah. Tetapi ketika diperhatikan lebih jauh, ternyata beberapa ulat daun sudah mulai menggerogoti daun-daunnya.
Masih dengan tanaman yang sama, yang kami perhatikan dipelihara oleh salah seorang warga perumahan, terlihat subur juga dan mulai berbuah. Bedanya, tidak ada seekor ulat daunpun yang hinggap di pohon tersebut. Mengapa bisa terjadi ? Yang jelas, pohon ini tentu saja dirawat dan dipelihara dengan sepenuh hati oleh pemiliknya.
Dan tiba-tiba penulis jadi teringat, ketika bertugas di sebuah kota yang terkenal dengan tempe mendoannya. Sudah agak lama juga, sekitaran tahun dua ribu satu kalau tidak salah. Bukan masalah pekerjaan, tetapi justru masalah rumah tangga yang dialami oleh kawan penulis. Sebuah persoalan yang bisa membuat mengelus dada, bagi yang mendengarnya.
Kawan kantor penulis ini, mempunyai seorang suami dan seorang anak perempuan yang masih balita. Sang suami ini punya tabiat dan karakter buruk. Selain suka berjudi dan mabuk-mabukkan, dia juga suka main perempuan. BIsa dibayangkan bagaimana suasana rumah tangga ini. Kerap kali, ketika suami pulang malam dalam kondisi mabuk, ataupun kalah judi, dia akan melampiaskan kemarahannya dengan membanting semua perabotan di rumahnya, kalau permintaan uang kepada kawan penulis tidak dikabulkan.
Bahkan pernah, anaknya yang masih balita dijadikan sandera oleh bapak kandungnya sendiri, untuk meminta uang kepada isterinya buat berjudi dan mabuk. Dan karena tidak dituruti permintaannya, isterinya dipukul habis-habisan. Sampai-sampai anaknya menangis histeris melihat perlakuan bapaknya kepada ibunya. Beruntung, tetangga beramai-ramai menolong kawan penulis ini dan anaknya untuk diselamatkan. Dan suami kawan ini diusir dari lingkungannya. Tragis.
Beberapa tahun tidak berjumpa dengan puteri kawan ini. Penulis cukup kaget ketika berjumpa. Karena dia sudah bertumbuh menjadi seorang gadis yang dewasa, bahkan dia juga sudah bekerja dengan lingkungan yang kebanyakan laki-laki. Trauma yang dialaminya sejak kecil, ternyata terbawa hingga saat ini. Dan ini menjadikannya di dalam hatinya tumbuh dendam kepada setiap laki-laki yang akan mendekatinya.
Bahkan sepintas dari arah pembicaraan dengan penulis, dia tidak lagi berkeinginan untuk membangun rumah tangga. Satu hal yang dia takutkan. Apa yang dia alami saat masa kecilnya, akan terjadi kepada anaknya kelak. Sebuah tarumatik yang tidak mudah terhapus begitu saja. Saat ini, di tengah kesibukannya bekerja, dia hanya berfokus kepada ibunya yang sudah mulai menua untuk merawatnya dengan sebaik mungkin.
Apakah ini seperti halnya sebatang pohon jeruk nipis yang lebat dan akan berbuah, tetapi tidak ada yang merawatnya, hingga ulat-ulat daun sigap menyergap pertumbuhannya ? Bisa jadi. Jadi teringat peribahasa gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Sebuah peribahasa yang dapat diartikan sebagai, seorang manusia akan selalu diingat jasa-jasa atau perbuatan-perbuatan baik maupun buruknya walaupun ia sudah tiada.