Beberapa minggu yang lalu, di hari Sabtu, penulis berdua isteri melakukan jalan sehat mengelilingi lapangan bola di Watugong. Dan seperti biasa sambil menikmati udara pagi yang sejuk dengan cuaca yang cerah, kami berjalan santai setapak demi setapak. Biasanya kami melakukan jalan sehat dengan dua kali putaran.
Tetapi hari itu, isteri yang merasa tubuhnya fit, merasa sanggup berjalan dengan menambah satu putaran lagi. Dan dia bertahan mau melakukan jalan sehat tiga putaran. Penulis yang mendampingi mengingatkan untuk tidak menuruti emosi. Karena penulis tahu betul kondisi tubuh isteri yang ada sedikit kelemahan di jantungnya. Akibatnya bisa ditebak, saat pulang ke rumah, isteri kondisinya lemas dan drop. Tiba di rumah langsung penulis berikan bantuan oksigen yang memang disiapkan sejak ada pandemi Covid-19.
Bersyukur kepada Tuhan, lima belas menit menit kemudian tubuhnya bisa segar kembali. Sambil menemani minum teh panas, penulis katakan sambil guyon kepada isteri, makanya jadi orang jangan ke-pede-an, jangan terlalu percaya diri. Harus diingat akan kemampuan dan respon tubuh dengan tanda-tandanya. Nah, jkalau sudah begitu isteri hanya bisa menjawab, iya betul juga ya.
Hal-hal seperti inilah yang seringkali tanpa sadar kita alami dan kita jalani. Apapun yang sedang kita hadapi. Dalam pekerjaan, dalam hubungan antar sesama ataupun kepada Sang Khalik itu sendiri. Kita begitu percaya diri akan sesuatu yang ada di hadapan kita, tetapi tidak merespon tanda-tanda yang sebetulnya sudah diberikan oleh-NYA.
Jadi teringat sebuah kejadian beberapa tahun yang lalu, saat penulis masih bekerja dan tinggal di Balikpapan. Saat itu penulis diajak makan siang dengan bos perusahaan yang orang bule. Di tengah menikmati makanan, tiba-tiba si bule ini memanggil pelayan restoran, dan minta diambilkan pepper (merica).
Dengan rasa percaya diri yang begitu besar, si pelayan segera beranjak untuk memenuhi permintaan si bule ini. Tidak ada tiga menit si pelayan sudah kembali sambil membawakan selembar kertas (paper). Si bule menatap bengong kepada pelayan. Sebelum ada pertumpahan darah, penulis mencoba menengahi. Karena si pelayan merasa benar, begitu juga si bule. Memang, antara nada ucap pepper dengan paper hampir sama bukan ? Ketika penulis coba jelaskan, akhirnya keduanya tertawa.
Memang ketika rasa ke-pede-an begitu besar dan bisa melampaui akal sehat bisa berakibat fatal. Mungkin masih ingat sebuah kejadian, ketika ganas-ganas-nya Covid -19 melanda negeri ini. Penulis mendapat kiriman video tentang dua orang yang tidak percaya adanya covid. Tampilannya sederhana, nampak berpendidikan dan nuansa agamanya kental.