Lihat ke Halaman Asli

Herman Utomo

pensiunan

Pesakitan...

Diperbarui: 25 Februari 2023   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels-pixabay-33598

Suatu kali di tahun 1997 silam, saya mengalami kejadian yang sungguh tidak membuat nyaman secara pribadi maupun istri dan anak-anak. Bagaimana tidak ? Pertama mendapat surat panggilan dari Kantor Kepolisian Resor Kota Besar di Kota Pesisir Jawa , jantung ini rasanya deg-degan gak karuan. Untuk merasakan arti sebuah kenyamanan tidak lagi bisa. Orang bilang tidurpun tak nyenyak, makanpun tak enak. Saat itu saya disidik oleh penyidik di Kantor Polrestabes dan masuk di Pengadilan Negeri dengan status sebagai saksi untuk sebuah perkara.

Tidak bisa dibayangkan perasaan yang berkecamuk saat itu. Bahkan istri sama anak-anakpun terkena imbasnya. Apalagi di tengah kegalauan dan dari rentetan kejadian itu, atasan langsung dimana saya bertugas, ternyata tidak mendukung bahkan tidak mensupport saya. Yang terjadi sepertinya malah seakan-akan lepas tangan dari sebuah perkara.

Sebetulnya perkaranya tidak rumit. Sebagai staf pelaksana dalam pembayaran Uang Ganti Rugi Pembebasan tanah untuk Pelebaran Jalan Nasional di salah satu ruas di pulau Jawa ini, yang diterimakan ke sebuah perusahaan, ternyata uang yang diterimanya, dibawa lari oleh karyawan perusahaan tersebut yang diberi kuasa oleh Direktur untuk menerima Uang Ganti Rugi pada hari itu.

pexels-donald-tong-143580

Untuk ukuran tahun 1997, uang senilai ratusan juta adalah sangat begitu besar. Dan karena saat itu saya yang diberi tugas untuk melaksanakan di lapangan, akhirnya sayalah yang dipanggil oleh pihak Kepolisian. Bersyukur secara administrasi dari awal pengukuran sampai pembayaran dan foto-foto pelaksanaan pembayaran cukup komplit untuk meyakinkan sang Hakim. Sehingga hal itu sangat meyakinkan keberadaan saya untuk tidak berlanjut sebagai terdakwa. Karena mungkin sebagian berpendapat, saya kongkalingkong dengan perusahaan tersebut untuk mengambil keuntungan secara pribadi.

Belajar dari proses-proses penyidikan sampai ke tanggal persidangan, membuat sebuah pemahaman gejolak batin seseorang yang diperlakukan dengan hal yang sama. Sesuatu yang tidak mudah. Tidak bisa menghindar dari realita. Apalagi lari dari kenyataan. Ibarat kata ini adalah sebuah pergumulan yang sungguh luar biasa dari seorang manusia biasa dan sebuah ketangguhan akan iman yang kemana kita harus bersandar.

pexels-robert-lens-9914135

Mungkin uang bisa bicara untuk membeli sebuah keadilan dari sudut pandang jasmani. Tetapi tidak bisa dipungkiri uang tidak berguna untuk sebuah ketenangan batin. Bisa saja orang yang kaya begitu rupa berkata. Uang bukanlah segala-galanya. Tetapi ketika kondisi sedang terpuruk tentu akan berkata. Segala-galanya perlu uang. Benar begitu ?

Jujur saja ada sesuatu yang mengusik di dalam lubuk hati yang terdalam. Lepas dari tindakan yang kita perbuat salah atau benar dalam perjalanan kehidupan, tetapi saat kita diperhadapkan di depan Hakim dalam Pengadilan sebagai saksi ataupuh terdakwa, bisa membuat hati, pikiran dan perasaan menjadi gak karuan. Sekuat apapun iman kita. Itu baru berhadapan dengan Hakim yang di dunia. Bagaimana dengan penghakiman hari akhir ?

Sebab kita semua harus menghadap takhta Pengadilan Sang Khalik, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline