Lihat ke Halaman Asli

Herman Utomo

pensiunan

Waktu...

Diperbarui: 11 Januari 2023   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara Foto Reno Esnir

Pernah dengar istilah warteg ? Ya itulah kependekan dari Warung Tegal yang kalau coba kita survey, ada dimana-mana di negeri ini, bersaing dengan rumah Makan Padang. Suatu kali saya pernah makan di salah satu Warteg. Sambil menikmati sepring nasi dan oseng tempe plus kerupuk kesukaaan saya, iseng saya menanyakan sesuatu di tengah obrolan saya dengan pemilik warteg.  

Kenapa di warteg kursinya mesti pake kayu dan tanpa sandaran ? Sambil senyum-senyum si juragan warteg katakan, "angger nyong nganggo kursi sofa, bisa rugi owh om...lha rika karo kanca mangan mung sega karo aduk-aduk tempe+krupuk ngombene teh pait, tapi ngobrole bisa rong jam...padahal kene warung sing paling cepet...rika teka nutul kaca nuduhi lawuh wis teka pesenane....angger disambi ngobrol, nyong rugi owh...lha tamu liyane piben... wong wis ngantri...." Demikian jawaban juragan warteg dengan bahasa asli republik Tegal.

Terjemahan singkatnya gini...."klo pemilik warteg nyediain kursi sofa buat pelanggan bisa rugi...karena kamu sama temen datang paling makan nasi+tempe sama teh tawar. Sedangkan kamu bisa ngobrol sampe dua jam gara-gara kursinya empuk. Padahal disini warung yang paling cepet. Kamu datang nutul kaca yang dibaliknya berisi aneka lauk, pesanan segera datang. Kalau kamu sambil ngobrol, lha tamu yang lain udah ngantri....."

Dan perlu pembaca ketahui, teknologi touch screen yang berkembang pada saat ini, idenya dari warteg. Asli.. (tinggal nutul kaca...pesanan datang). Bagi yang belum pernah ke warteg, bisa diuji coba. Tunjukkan jari di kaca kotak penyajian makanan, sesuai dengan pilihan lauk, maka sebentar makanan tersaji. Murah meriah....

Tetapi satu hal dari pembicaraan di atas, saya dapat mengambil suatu kesimpulan, bagaimana pemilik warung sudah bisa mengetahui dan sekaligus merancang, bagaimana perilaku pelanggan yang datang ke warungnya. Dia sudah observasi  waktu, berapa lama rata-rata penikmat warteg duduk makan. Dan dengan tanpa mengurangi rasa, selera dan aneka, dia tetap berusaha tetap mengambil cuan, sekalipun tidak banyak. Dia menganalisa dari target kuantitas pengunjung wartegnya. Mengapa ? Karena dia pemiliknya....

pexels-stas-knop-3283142

Tidak jarang kita mendengar dan melihat dengan mata kepala sendiri, ada orang yang merasa putus asa dengan masalah-masalah yang dihadapinya. Saking putus asanya dia pengin cepet-cepet meninggal. Ada juga orang yang didera sakit bertahun-tahun tidak kunjung sembuh, pengin cepet meninggal juga. Di sisi lain ada orang yang  berusia muda, berkelakuan baik dan taat beribadah, malah lebih duluan pulang ke pangkuan Sang Khalik.

Seperti halnya nongkrong di warteg, saat memilih menu makanan sesuai hasrat kita. Sering kita tanpa sadar juga mencoba mengatur Tuhan, dengan memilih menu hidup sesuai kesukaaan kita. Mana yang kita pandang baik sesuai dengan keinginan dan ambisi kita. Bahkan saking pengin serba instan jawaban doa, kita malah berjabat tangan dan berkompromi dengan dosa sampai jatuh dalam kubangan yang menjerat.

Kita memang kadang pura-pura tidak tahu, tidak mau tahu atau malah sok tahu akan hakekat perjalan hidup. Yang benar dibalik menjadi sesuatu kesalahan. Dan yang salah dibalik lagi menjadi benar. Pertanyannya, selagi ada waktu mau kemakah kita ? Mumpung masih ada kesadaran di benak pikiran dan hati.

  

Pilihan kursi ada di tangan, apakah kita akan asyik duduk dalam "kursi sofa" sambil menikmati nafsu, atau duduk di kursi panjang kayu tanpa sandaran menikmati anugerah Sang Pencipta ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline