Lihat ke Halaman Asli

Agama yang Membudaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebudayaan adalah hasil budi manusia, yang selalu menunjukkan ciri-ciri khas yang menjadi kodratnya. Budi adalah milik manusia. Makanya ada sebutan manusia itu adalah makhluk berakal budi. Tidak hanya berakal tapi berbudi juga. Bila seorang manusia disebut tak berbudi, itu menandakan hidupnya tak beda jauh seperti binatang. Hidup berdasarkan nafsu, insting. Budi mempunyai arti yang dalam. Di sana terdapat refleksi, pikiran, kesadaran dan lain-lain, yang tidak dimiliki oleh binatang.

Budi manusia dan kebudayaan selalu menunjukkan sifat percampuran ketiga macam pengaruh, yakni: bakat, kodrat alam dan hidup bersama. Bakat merupakan anugerah yang harus dilatih dan sejatinya ada dalam diri seseorang. Kodrat alam membentuk pola hidup tertentu. Sedangkan hidup bersama merupakan wadah interaksi bagi manusia. Kebudayaan sebagai hasil budi manusia juga mengandung unsur kehidupan lahir dan batin manusia, tergantung pada percampuran sifat tadi. Kedua sifat ini selalu member corak yang khas pada kebudayaan, sehingga dapat terbedakan satu dengan yang lain.

Kebudayaan yang dihasilkan dengan semangat agama, tentunya akan menampakkan corak keagamaan yang sangat jelas. Agama merupakan pengajaran tentang adanya Tuhan Yang Mahakuasa, kewajiban manusia terhadap kehidupan lahir dan batin, dan pengajaran tentang cara melakukan kewajiban tersebut. Seiring berjalannya waktu, peraturan-peraturan ini semakin berkembang sehingga agama yang satu terbedakan dengan agama yang lain. Artinya agama muncul sebagai suatu bentuk tata hidup bersama.

Kebudayaan islam itu tidak murni (bahkan tidak ada suatu agama atau kebudayaan yang murni, semua pasti bercampur dengan kebudayaan tertentu). Ia telah bercampur dengan kebudayaan Arab, India, Persia, Sumatera, Jawa dst. Sehingga sifat keislaman di suatu negeri pada zaman dahulu tentu sungguh berbeda dengan sifat islam zaman sekarang. Apalagi setiap masyarakat (sebelum Islam datang) mempunyai kebudayaan tradisionalnya sendiri. Maka, sifat ini selalu terpengaruh kultur dan natur dari sebuah masyarakat.

Cara pandang untuk menyikapi keberagaman ini adalah kemanusiaan. Cara ini membuat pandangan kita semakin luas dan tidak terikat dengan suatu bentuk pemikiran yang sempit. Kemanusiaan juga memungkinkan kita untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang layak untuk dihidupi. Karena kita sebagai manusia (kodratnya) adalah makhluk yang berderajat paling mulia. Jadi, kalau kemanusiaan kita itu sama, mengapa harus memusnahkan yang lain, hanya karena beda pendapat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline