Lihat ke Halaman Asli

Menerobos Dua Sistem Ekonomi

Diperbarui: 2 Juni 2017   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER: GERAKANAKSARA.BLOGSPOT.COM

Mendiskusikan sistem kapitalisme yang dianut oleh hampir seluruh negara di dunia terus menarik perhatian. Baik di kalangan akademisi, pengamat, masyarakat maupun pengusaha. Pasalnya, meskipun sistem yang dipelopori oleh Adam Smith ini memperoleh kritikan dan dituduh sebagai biangkeladi berbagai krisis ekonomi ternyata tidak sedikit negara yang masih setia kepadanya.

Dengan didukung karya menomentalnya, The Wealth of Nations (1776) Adam Smith justru percaya bahwa sumber daya ekonomi akan efisien jika diserahkan pada mekanisme pasar dan pemerintah tidak melakukan intervensi di dalamnya. Bahkan teori Adam Smith ini diperkuat oleh ekonom Prancis, Jean Baptiste Say—di mana ia mendukung sistem mekanisme pasar.

Namun seiring berjalannya waktu kepercayaan terhadap sistem kapitalisme kian memudar lebih-lebih ketika terjadi depresi besar ( The Great Depression) pada 1929. Melihat situasi yang tidak menenntu akibat sistem ekonomi yang terlalu kapitalis ini, ahli ekonomi John Maynard Keynes membongkar kelemahan sistem ekonomi kapitalisme yang mengesampingkan peran pemerintah. Keynes justru memilih opsi pentingnya intervensi pemerintah terutama ketika terjadi ketidakstabilan pasar.

Selain depresi besar yang terjadi pada 1929, sebenarnya hingga saat ini banyak terjadi berbagai krisis ekonomi atau ketidakstabilan ekonomi yang banyak kalangan menuduh kapitalismelah sebagai penyebabnya. Misalnya, resesi 1953, krisis 1973, resesi 1980, resesi 1990, resesi awal 2000, dan krisis 2008. Semua peristiwa krisis tersebut merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis.

Meskipun kapitalisme menjadi penyebab berbagai goncangan ekonomi, tapi di era globalisasi seperti saat ini keberadaannya justru terus mengakar dan semakin kuat terutama di negara-negara berkembang. Di era globalisasi ini kapitalisme semakin tumbuh dan subur. Sehingga tidak salah jika Bagong Suyanto (2013: 91) mengatakan, bagi ekonomi yang kapitalistik, globalisasi ibaratnya adalah lahan atau habitat yang subur yang memungkinkan kapitalisme terus berekspansi merambah ke berbagai wilayah mencari ceruk-ceruk pangsa pasar baru yang terus terbuka.

Dan inilah yang melanda sebagian banyak negara di dunia—yang berada dalam cengkraman sistem ekonomi kapitalisme yang sering menyengsarakan masyarakat khususnya rakyat miskin. Sebagai sistem ekonomi, kapitalisme tidak bisa hidup tanpa praktik bunga di dalamnya. Sistem ekonomi yang diilhami Adam Smith ini telah banyak menyebabkan krisis yang bisa muncul kembali kapan saja. Tak ada obat mujarab yang mampu mengobati penyakit kirisi. Buktinya, dari dulu hingga dewasa ini kiamat ekonomi itu terus datang dengan sebab yang hampir sama.

Ideologi yang Berbeda

Krisis ekonomi yang selama ini melanda Amerika, Eropa, dan Asia sudah cukup menjadi bukti nyata bahwa ada ketidakberesan dalam sistem ekonomi yang dianut sebagian besar negara di dunia (baca: kapitalisme). Ekonomi kapitalisme telah memporak-porandakan perekonomian dunia yang dampaknya masih terasa hingga kini. Jadi tidak heran jika dalam perjalanannya kapitalisme sering mendapatkan berbagai kritikan dari ekonom Muslim.

Kritik terhadap kapitalisme tidak hanya datang dari ekonomi Muslim saja, tetapi dari ekonom Barat—yang juga melontarkan kritikan. Misalnya Joseph E. Stiglitz, peraih nobel ekonomi 2001 yang secara tajam mengkritik tentang risiko globalisasi dan perkembangan kapitalisme.

Nampaknya sudah terlalu lama kita dijerat oleh sistem ekonomi bunga. Sudah saatnya kita hijrah dan keluar mencari jalan sistem ekonomi yang lebih berkeadilan sebagai solusi keserakahan kapitalisme. Pandangan dunia saat ini tertuju pada sistem ekonomi Islam. Sistem ini dibangun di atas prinsip keadilan dan kesetaraan. Pertumbuhan ekonomi Islam global yang begitu pesat telah membuktikan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya cocok bagi umat Islam saja, tetapi negara-negara Barat yang mayoritas non-Muslim juga telah mengadopsi sistem ekonomi Islam. Ini artinya ekonomi Islam berlaku secara universal dan bisa diterima oleh semua golongan.

Ekonom Amerika Serikat, Nouriel Roubini berpendapat saat ini ada kebutuhan terhadap sistem ekonomi yang lebih tangguh dan untuk hal itu sistem ekonomi Islam cukup potensial. Sistem Islam berpotensi lebih stabil dibandingkan sistem ekonomi konvensional. Negara-negara maju juga bisa belajar dari sistem ekonomi Islam ini (The National, 3/12/2013).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline