Lihat ke Halaman Asli

PT NSP Dianggap Tidak Bersalah dalam Kasus Karhutla

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1421896061983844168

PT NSP - Pada Januari 2014 lalu, terjadi peristiwa kebakaran hutan dan lahan di daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Peristiwa tersebut terjadi pada lahan perkebunan sagu milik (PT NSP). Dalam tudingan kasus ini, sudah ada beberapa pihak dari PT Nasional Sago Prima yang dijadikan tersangka yakni salah satu perwakilan perusahaan berinisial A dan juga E seorang General Manager PT. NSP.

[caption id="attachment_365622" align="aligncenter" width="300" caption="sumber ilustrasi : aktual[dot"]co"][/caption]

Lokasi Kebakaran Hutan pada kasus PT NSP

Adapun lokasi kebakaran secara detail adalah pada lahan konsesi PT NSP yang memiliki luas 2000 hektar, blok K di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kepulauan Meranti, Riau.

Pada Jumat, 16 Januari 2015 lalu PT NSP atau Nasional Sago Prima membacakan pledooi atau pembelaan atas perkara kebakaran lahan dan juga aset perusahaan yang terjadi di Kabupaten Meranti, Riau pada Januari hingga Maret 2014 lalu dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis dan Jaksa Penuntut Umum. Pledooi ini disampaikan oleh Terdakwa dan O.C. Kaligis yang mewakili tim kuasa hukum yang ditunjuk, O.C. Kaligis & Associates.

Adapun fakta yang terjadi dilapangan tidak seperti yang sudah dituduhkan sebelumnya. Seperti yang telah kita ketahui, lahan sagu merupakan lahan yang rentan terbakar, sama dengan lahan kelapa sawit. Saat kebakaran terjadi, api sudah cepat menjalar ke beberapa bagian lahan sehingga api sulit dipadamkan. PT NSP sebagai salah satu perusahaan profesional juga sudah memiliki alat pemadam kebakaran dan prasarana yang lengkap termasuk juga water management yang baik, namun karena ganasnya api dan hembusan angin yang kuat membuat pemadaman sulit dilakukan. Hembusan angin yang kuat tersebut juga menyebabkan lahan yang sudah berhasil dipadamkan sebelumnya, kembali terbakar kembali karena sambaran api disertai angin dari lahan yang masih belum bisa dipadamkan. Pegawai PT. NSP sudah berupaya keras memadamkan api dengan bantuan alat pemadam kebakaran yang sudah dipakai 24 jam dan digunakan secara bergiliran.

Idung Risdiyantoahli Meteorologi dari Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) - Institut Pertanian Bogor mengatakan, “Peristiwa kebakaran yang terjadi pada areal konsesi PT. NSP secara ilmiah terjadi akibat faktor alam. Berdasarkan analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara teknis penyebab terjadinya kebakaran pada areal PT NSP disebabkan oleh dinamika cuaca, yakni perbedaan spasial temperatur dan tekanan udara yang besar antara areal konsesi PT NSP dengan areal di sekitarnya (di luar)  sehingga memicu terjadinya turbulensi udara dan penyebaran api. Kondisi cuaca saat itu juga menyebabkan peningkatan jumlah bahan bakar berupa serasah dan nekromas yang kering, peningkatan panas dan oksigen, di mana ketiganya adalah syarat atau faktor mutlak terjadinya api.”

Menurut Idung, “Penyebaran api melalui turbulensi udara sulit diprediksi dan tidak dapat dikendalikan. Saluran penampungan air yang dibangun NSP tidak akan mampu membatasi penyebaran api melalui turbulensi udara.” Areal PT NSP seratus persen merupakan lahan gambut basah. Meskipun kondisi lahan gambut dalam keadaan basah, namun serasah kering di atas permukaan akan menerima bunga api hasil dari dispersi dari proses turbulensi dan pergerakannya. Serasah ini kemudian ikut terbakar dan menimbulkan gangguan baru terhadap kondisi udara atas permukaan, sehingga proses ini berulang terus dan sulit dikendalikan.

Fakta lain yang terjadi adalah, areal perkebunan sagu yang menjadi lokasi kebakaran adalah area yang tidak steril, artinya lahan tersebut bisa saja dilalui siapa saja, beberapa kasus kebakaran lahan sagu terjadi dikarenakan adanya beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab membuang puntung rokok sembarangan dan tidak menyadari akan rentannya perkebunan sagu yang mudah terbakar. Namun kebakaran tersebut dapat dipadamkan dengan cepat sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.

Dari area yang terbakar sebagian besar adalah lahan yang sudah memasuki masa panen milik Nasional Sagu Prima, sehingga PT NSP adalah pihak yang mendapatkan kerugian besar dalam hal ini. Seorang saksi ahli, Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefri M. Agr., Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) / Ketua Umum Masyarakat Sagu Indonesia (MASSI), mengatakan, “Tanaman sagu tidak pernah dipupuk. Suatu hal yang tidak mungkin bahwa pemilik lahan sengaja membakar lahan untuk mendapatkan abu dengan tujuan agar mineralnya dapat meningkatkan pertumbuhan sebagai pengganti pupuk sementara pada tanaman sagu. Pemupukan tidak pernah berdampak pada pertumbuhan tanaman sagu.” “Kebakaran ini adalah bencana” tegas Dr. Dwi Asmono, Direktur R&D, PT Sampoerna Agro, Tbk.

Karena kejadian ini pihak PT NSP adalah pihak yang justru terbebani dengan kerugian material, rusaknya nama baik dikarenakan adanya suatu hal pemaksaan status Tersangka kepada Terdakwa disertai dengan tidak adanya bukti bukti yang membuktikan bahwa Terdakwa melakukan kelalaian dalam manajemen lahan di Meranti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline