Malam ini kami makan laluga, lauknya kepiting dan ikan sarden. Laluga ini sejenis talas yang tumbuh di pulau Miangas dan Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Diperlukan sedikitnya 3 jam merebus laluga agar layak dikonsumsi.
Saat asyik makan, ternyata ada kisah di baliknya.
Ini makanan pokok pribumi selain nasi. Seringkali disuguhkan saat musim angin barat tiba. Anginnya kencang, ombaknya tinggi karena banyak badai di sekelilingnya. Oleh karena itu tak ada kapal yang melaut, tak ada bahan pokok yang merapat. Jadilah pasokan beras dan ikan makin menipis. Sebagai gantinya penduduk Miangas pun mengkonsumsi laluga dan kepiting.
Seperti hari ini, hanya tiupan angin kencang dan deburan ombak menemani kegiatan validasi calon penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Blusukan ke rumah-rumah penduduk pun masih terdengar suara angin sahut menyahut. Ombaknya menghantam tanggul susul menyusul.
Pohon-pohon kelapa pun menahan gempuran angin beliung. Irama beraroma badai ini terus mengalun hingga kami entry hasil validasi di malam ini.
Setelah kami cek di aplikasi "Weath*r Live" berbasis Android, ternyata pulau yang kami tempati ini (lihat tanda panah berwarna kuning) sedang dikelilingi badai pekat berwarna merah. Sedangkan pusat badainya di perairan timur Filipina (lihat tanda panah berwarna biru).
Pantas saja sejak kemarin beberapa perempuan tua terlihat bergegas pulang dari kebunnya, mengisi keranjang-keranjangnya penuh dengan laluga. Ternyata!
Catatan kecil validasi calon penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2017.
Miangas, 17 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H