Lihat ke Halaman Asli

Herman Hidayat

Karyawan Swasta

Doa

Diperbarui: 27 Maret 2018   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Salah satu Tanda Bergantung pada Amal adalah Berkurangnya Harapan tatkala Gagal" (Al Hikam, Ibn ‘Atha’illah). Berdo’alah, untuk apapun; hal-hal besar, tapi juga segala hal-hal kecil apapun. Untuk hal-hal yang sangat engkau inginkan setengah mati, atau sekedar keinginan-keinginan samar. Berdo’alah, untuk menegaskan keyakinan bahwa segala sesuatunya adalah dari Allah, dan bukan dari dirimu sendiri.

Berdo’alah, saat-saat engkau Yakin kepada-Nya, tapi lebih-lebih, berdo’alah saat-saat engkau hampir kehilangan Keyakinan pada-Nya. Berdo’alah, saat-saat segala sesuatunya berjalan serba lancar dan mudah, tapi lebih-lebih, berdo’alah di saat segala sesuatunya serba buram, sulit dan terasa berat bagimu.

Berdo’alah, karena kebenarannya, segala sesuatunya memang hanya karena Karunia-Nya, dan tidak sedikitpun karena upaya-upaya dirimu sendiri yang serba kerdil dan fana ini.

Bahkan, misalnya engkau tengah terjebak pesimisme intelektual, sehingga engkau sebenarnya sedang tidak yakin dengan manfaat Do’a, atau bahkan sebaliknya, engkau tengah terjebak keangkuhan intelektual, sehingga engkau justru sangat yakin bahwa segala sesuatunya adalah karena upaya-upaya manusiawimu sendiri; tetaplah ber-Do’a. Apa salahnya meluangkan waktu satu atau dua menit ber-Do’a, sekedar seperti ber-bisik-bisik pada diri sendiri; tidak menghabiskan waktu, dan juga tidak mengganggu siapa pun juga. Ber-Do’a sajalah; untuk apapun.

Ajaran manteg niat dalam ibadah-ibadah yang hendak kita lakukan, sebenarnya adalah juga tepat untuk apapun yang hendak kita lakukan. Dan manteg niat, pada hakekatnya adalah Do’a yang kita panjatkan, untuk keberhasilan apapun yang kita lakukan. Amalan mengucapkan Bismillah di awal setiap tindakan yang hendak kita lakukan, juga adalah untuk memperkokoh niat, dan sekaligus sebuah Do’a.

Inti dari Do’a adalah penegasan bahwa Dia adalah Allah, dan bahwa engkau, aku, adalah hambanya. Inti Do’a sungguh bukan pada mobil yang engkau minta, atau rasa sakit yang hendak engkau hilangkan.

Inti Do’a adalah hadir meng-Hadap-Nya, dan ber-Dialog dengan-Nya. Berbincang dengan-Nya. Menghaturkan permohonan, atau menghaturkan Syukur, atau Bertanya Mohon Bimbingan, atau sekedar Curhat dan bercerita. Dan bukankah, dalam setiap hubungan, apa pun itu, hubungan dapat ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, memasuki wilayah akrab, karib, selalu dimulai dengan memperbanyak frekwensi Bincang-Bincang? Saling Berbincang, lalu Saling Percaya, lalu semakin akrab dan akrab, menjadi Sahabat dan seterusnya?

***

Dan, Do'a, alangkah mudah: tinggal menundukkan kepala, mengangkat dan mengatupkan tangan, dan menghadirkan hati penuh harap. Dan bahkan kewajiban-kewajiban yang harus kita lakukan-pun: alangkah sederhana, dan mudah. Hanya Sholat, Dzikir, Sedekah, Puasa dan berbuat baik pada semua orang.

Sedangkan balasan yang engkau mintakan dari Allah: hati yang penuh cinta dari wanita yang menyenangkan hatimu, kekayaan yang tiada habisnya, pangkat yang begitu tinggi: alangkah tidak mudah jika engkau harus lakukan sendirian. Bahkan alangkah tidak mungkin.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline