:Lianna Putri SM
Suara-suara lantang, pecah
di depan gedung-gedung megah
hunian bandit-bandit. Dari ibu kota
hingga sudut-sudut nusantara
segala yang dibungkam, bicara.
Udara seperti bara, ada amarah purba
bandit-bandit itu harus enyah
yang papa hilang gelisah.
Kabar menyebar, ada yang hilang itu hari
itu hidup, itu harga diri.
Mahasiswa diculik, aktivis dibunuh
perempuan diperkosa, harta dijarah
dan segala yang kelam tersiar
di radio tetangga, dan surat kabar
yang dibawa ayah dari pos jaga
hingga digenggam ibu yang masih terjaga.
"Pagi Masih Sepi, Jelang Sore Jakarta Mencekam"
"Korban Berjatuhan di Semanggi, Suasana Seperti Perang"
"Penembaknya Kelompok Terlatih"
"Pemerintah Akui Ada Perkosaan Massal"
dan judul berita lain, dibaca ibu sambil
mengelus perut, menjamah janin -- tubuhmu
yang berusia dua belas minggu di bulan Mei.
"Nyamanlah, Nak. Ibu terlampau perkasa
membaca tulisan darah ini," bisik ibu
di keheningan rahim.
Setelah enam bulan, kabar-kabar belum usang
kau tinggalkan rahim ibu yang hening
tangis pecah seperti suara-suara lantang
di depan itu gedung-gedung.
Kelahiranmu dirayakan seperti orang-orang
merayakan robohnya Soeharto, dan kembali
terlahir dibingkai reformasi. Kau telah ada
bersama kisah-kisah yang tak lekang
yang hilang, yang dibunuh,
yang diperkosa, yang dijarah,
hingga kau pun turut bersuara
kepada bandit-bandit di ini bangsa.
Persetan, suara sudah terlalu parau
cukuplah berpuisi tentang kau dan aku
di ini hari, dan mimpi-mimpi lucu
ini hati sudah cukup dengar suaramu.
Insaka, 12 November 2021.
Herman Efriyanto Tanouf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H