Lihat ke Halaman Asli

Herman Efriyanto Tanouf

Menulis puisi, esai, artikel lepas

Kol Ana

Diperbarui: 6 September 2020   02:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi pribadi

Di tengah hutan di persimpangan setapak babi liar
menuju puncak bukit Funamnatef, aku menjumpai Kol ana.
Kepak sayap kirinya seperti memanggil-manggil, minta tolong
pundi-pundinya tak cukup kuat imbangi angin kepada peluru
dari senapan pemburu. Sayap kanannya patah, berdarah.
Kol ana kehilangan induk dan kawanan lainnya
ia selamat setelah beberapa kali prak prak prak.

Bersama Kol ana, aku kembali ke rumah
di kiri bahuku ada seikat kayu bakar, pesanan mama.
Dua hari aku rawat Kol ana
ia memang belum bisa melompat, kicau pun sesekali.

Memasuki hari ketiga aku kembali ke hutan kecil itu
jumpa beberapa sosok tak berwujud.
Aku memang sudah sering jumpa dalam tutur
di bawah pohon, di atas batu, di mata air bersama sosok-sosok itu.
Selalu, di setiap akhir jumpa itu kupinta
pada mereka: saling bertukar pantun.
Aku tulis pantun-pantun itu di isi kepala
lalu simpan di hati.
Dan...

Aku pulang ke rumah mendapati tiga keponakan
tengah mengunyah potongan-potongan tubuh Kol ana.
"Nenek bakar ko kami makan e!" jawab Funteme
keponakan sulung saat aku bertanya.

***
Ekafalo-Insaka, 2020
Herman Ef Tanouf

Kol Ana: Kata dalam Bahasa Dawan Timor yang berarti burung kecil.
Nenek bakar ko kami makan e: "Nenek bakar supaya kami makan toh"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline