Lihat ke Halaman Asli

Herman Efriyanto Tanouf

Menulis puisi, esai, artikel lepas

Cendana di NTT, antara Mitos dan Punah

Diperbarui: 3 Maret 2019   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serpihan kayu cendana/ nationalgeographic.grid.id

Hau Meni, demikian orang Timor menamai pohon cendana. Dalam kata Bahasa Dawan, Hau artinya pohon atau kayu, sedangkan meni artinya wangi atau harum. Pohon/ kayu yang menyebar wangi merujuk pada pohon cendana itu sendiri.
***

Umumnya, pohon cendana tumbuh di wilayah-wilayah beriklim tropis pada ketinggian 1.200 -- 1.500 meter dpl. Di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu wilayah penghasil pohon cendana, khususnya Pulau Timor, Sumba, Flores, Rote, Alor  dan beberapa daerah lainnya.

Kondisi geografis NTT memang sangat cocok bagi tumbuh kembangnya pohon cendana. Konon, cendana menjadi salah satu primadona di wilayah ini. Iya, konon.

Pohon Cendana/ Feuilledecorossol.WordPress.com

Pohon cendana, sebagaimana namanya memang tak asing lagi bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri bahkan mancanegara. Jenis pohon yang masuk dalam spesies Santalum album ini memiliki kekhasan dengan wangi dan minyak pohonnya. Kekhasan ini menjadikan cendana digunakan sebagai nama tempat/ jalan, lembaga maupun golongan sosial tertentu.

Di NTT, nama cendana dipakai pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri yakni Universitas Nusa Cendana. Ada juga hotel yang menyematkan nama Cendana.

Selain itu, sejak masa Orde Baru hingga sekarang mendiang Presiden ke-2 RI, Soeharto dan familinya dikenal dengan julukan keluarga cendana. Yah, julukan cendana pada masa itu merupakan salah satu simbol kejayaan dan kekayaan, tidak sebatas nama jalan.

Rektorat Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT/ undana.ac.id

Sejauh ditelisik pohon yang menghasilkan kayu cendana ini telah diincar semasa Kolonial (penjajahan Belanda), sekitar abad ke-15 hingga akhir abad ke-18. Kemudian oleh bangsa Portugis selain usaha penyebaran agama, para pedagang membarter kayu cendana dengan gading gajah yang dibawa dari Afrika dan India. Hasil barteran ini menyata dalam mahar/ belis perkawinan di wilayah Flores Timur.

Namun, jauh sebelum itu 500 tahun lalu bangsa Cina telah menguasai jalur perdagangan di wilayah Timor khususnya di Atapupu (sekarang wilayah perbatasan RI-Timor Leste) dengan memburu rempah-rempah termasuk kayu cendana. Bangsa Cina bahkan bertahan di jalur perdagangan tersebut hingga akhir abad ke-19.  Wah, cendana sungguh menjadi rebutan itu bangsa-bangsat yah, hmmm.

Pelabuhan Atapupu (1915) salah satu pintu masuk-jalur perdagangan di Timor/ Jolly Frankle

Di NTT sendiri, beberapa sumber lisan menyebut bahwa upaya Gajah Mada (Patih Kerajaan Majapahit) untuk menguasai Nusantara termasuk Nusa Tenggara, salah satu sasarannya adalah daya tarik dari pohon cendana.

Hal ini kemudian dikaitkan dengan mitos orang Sabu Raijua tentang asal-usul Gajah Mada. Ada kedekatan antara orang Sabu Raijua dan Gajah Mada baik dari segi perawakan, nama, ritus maupun beberapa peninggalan sejarah berupa baju perang dan tombak.

Pohon cendana dalam kapasitasnya sebagai bahan komoditas sangat potensial. Hal inilah yang menjadikan kayu cendana sangat mahal harganya, diperkirakan mencapai 225 Juta/m.

Maka tidak mengherankan jika kemudian pemerintah sejak masa Kolonial mengambil alih kepemilikan (85%) atas pohon cendana. Pengambilalihan ini menjadi salah satu faktor penyebab maraknya eksploitasi oleh kebanyakan masyarakat.

Potongan kayu cendana yang siap dijual/ radioaustralia.net.au

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline