Lihat ke Halaman Asli

Herman Efriyanto Tanouf

Menulis puisi, esai, artikel lepas

Jomblo atau Jomlo, Siapakah Mereka?

Diperbarui: 5 Februari 2019   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pexels.com/ Polina Sirotina

Setiap kali berselancar di berbagai aplikasi/ jejaring sosial, website, platform dan sejenisnya, sering saya menemukan ragam tulisan, baik artikel serius, ringan maupun komentar lepas yang membahas secara menarik soal status tersebut. Lebih lagi di setiap malam minggu, nyaris tulisan atau komentar sejenis itu selalu mampir di homepage.

Mungkin malam minggu sudah masuk dalam perangkap (stigma) adalah kesempatan untuk ada bersama pasangan (pacar/ kekasih). Malam minggu seolah hanya jadi milik mereka yang berpasang-pasangan dan adalah penderitaan bagi yang belum sempat punya pasangan.

Sungguh kejam yah stigma tersebut. Padahal malam minggu adalah malam kemerdekaan bagi semua orang. Anak-anak, orang muda, orang tua dan siapa saja punya kebebasan untuk menikmati malam minggu. Malam dimana segala rutinitas terhenti sejenak dan masing-masing memilih cara untuk merefresh segala kepenatan selama sepekan.

Ilustrasi: viva.co.id


Tentang Jomblo atau Jomlo

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia cara penulisan yang tepat dan baku adalah jomlo, sedangkan jomblo adalah bentuk tidak baku. Keduanya memiliki makna yang sama yakni gadis tua. Kata gadis itu sendiri merujuk pada anak perempuan yang sudah akil balig; anak dara atau anak perempuan yang belum pernah kawin; perawan. Jadi Sudah tentu gadis tua ialah perempuan yang belum atau tidak memiliki pasangan kekasih.

Namun sesungguhnya konsep tentang jomlo yang diketahui dan dimengerti oleh publik tidak terbatas pada kaum perempuan saja tetapi juga laki-laki. Jika kata gadis mewakili perempuan jomlo maka laki-laki diwakili oleh kata jejaka. Ialah anak laki-laki yang telah dewasa; bujang; perjaka; jaka.

Dalam bahasa tulis kebanyakan orang (entah sadar atau tidak) cenderung menulis jomblo dibanding jomlo. Demikian dalam komunikasi sehari-hari pun kerapkali orang berucap jomblo ketimbang jomlo. Ini bukan secara kebetulan, tetapi sudah mendarah daging. Pada level ini boleh dikata salah kaprah.

Ilustrasi: Pixabay.com/ thituzi

Sebenarnya tidaklah masalah. Justru sumber masalahnya adalah ketika kata tersebut digunakan untuk menyerang individu tertentu (subyektif). Apalagi ditujukan kepada orang yang benar-benar tidak punya pasangan/ kekasih disertai embel-embel yang menyakitkan hati. Jika dilakukan secara terus-menerus kemungkinan besar seseorang mengalami frustasi dan menilai diri tidak laku/ gagal memikat hati lawan jenis.

Di satu sisi, situasi jomlo terasa nyaman bagi sebagian orang. Nyaman dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan apa saja tanpa larangan dari siapa pun. Berbeda dengan mereka yang punya pasangan, larangan/ pengawasan selalu datang bertubi-tubi. Salah satu hal yang paling konyol dan tolol adalah ketika kau tengah BAB pun harus ada laporan ke pasangan (kekasih).

Nah, orang-orang yang merasa nyaman dengan status jomlo bisa saja bebas untuk memiliki dan dimiliki siapa saja tanpa adanya ikatan. Lagi-lagi kebebasanlah yang mendatangkan rasa nyaman itu.

Ilustrasi: Pexels.com

Mungkinkah jomlo adalah takdir?
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline