Lihat ke Halaman Asli

Herman Dompu

Wiraswasta

Menghidupkan Pancasila

Diperbarui: 1 Juni 2024   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pelajar SMP M. Rizky Al Firmansyah yang akan mengikuti upacara bendera memperingati hari Pancasila. /dokpri

1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Praktis setiap tahun, Pancasila dirayakan dan diperingati.

Sebagaimana yang lain. Pancasila sesungguhnya adalah barang mati. Tak memiliki arti apa-apa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecuali ia dihidupkan oleh warga negaranya. Oleh manusianya.

Jika melihat realitas sosial, politik, ekonomi dan lainnya dalam semdi kehidupan berbangsa saat ini. Kita patut merenung dan bertanya untuk apa sesungguhnya Pancasila.

Padahal setiap tahun dirayakan dan diperingati melalui upacara bendera. Yang pesertanya memakai pakaian adat dan budaya. Padahal lambangnya dipajang di kantor-kantor pemerintahan. Sila-silanya dihafal dan mendapatkan hadiah sepeda.

Untuk apa sesungguhnya Pancasila. Jika korupsi makin menjadi-jadi. Para pejabat dan keluarganya bergelimang harta hasil mengeruk kekayaan negara. Untuk apa pancasila. Jika elit politiknya sibuk membangun koalisi dan bagi-bagi kursi, sibuk membangun oligarki dan politik Dinasti.

Untuk apa pancasila. Jika biaya kesehatan dan pendidikan melambung tinggi. Jika, lapangan kerja tak didapati dan kemiskinan merajai. Untuk apa? Ia sungguh tidak bermakna.

Untuk itu, Pancasila yang didalamnya terdapat nilai-nilai perlu dihidupkan agar memiliki arti dan makna serta berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana caranya? Melalui pendidikan dan ketauladanan.

Pertama, melalui pendidikan. Dengan pendidikan, kita tahu arti dan makna Pancasila sesungguhnya. Bukan hanya melihat gambar atau logonya yang terpajang di kantor-kantor pemerintahan. Bukan hanya diperingati dan rayakan.

Melalui pendidikan, Pancasila itu diajarkan. Dari pengajaran itu muncul pengetahuan dan pemahaman. Lalu, dari sanalah terbangun kesadaran penghayatan dan pengamalan.

Dulu, pendidikan Pancasila masuk dalam kurikulum pendidikan nasional yang disebut Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Ada juga bukunya yang setiap saat bisa dibaca. Sayangnya, di era kini PMP itu sudah tidak ada lagi dalam kurikulum sistem pendidikan nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline