Lihat ke Halaman Asli

Karantina Geografis Covid-19 untuk NTT

Diperbarui: 25 Maret 2020   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kerumunan massa. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Geographical barrier (batasan geografis) adalah hambatan utama berbagai macam penyebaran makhluk hidup termasuk umat manusia yang cerdas sekalipun. 

Francis Fukuyama dalam The Origin of Political Order (2012) berpendapat bahwa kebanyakan peradaban sejak dahulu dikontrol oleh batas-batas morfologi macam ini.  

Kemampuan manusia menembusi batas-batas natural ini sering menjadi berkat sekaligus kutukan bagi umat manusia. Masuknya Bangsa Spanyol ke Benua Amerika di samping melimpahi bangsa itu dengan berbagai jenis logam sekaligus juga membunuh banyak penduduk asli dengan penyakit menular yang dibawa serta dalam kapal mereka, seperti yang dibahas Jarred Diamond dalam Guns,Germ and Steel (1998).

Dua publikasi di atas hendak mengingatkan kita bahwa keadaan NTT dan Nusantara sebagai daerah Kepulauan menjadi hambatan alamiah yang sangat membantu untuk membendung penyebaran COVID-19, yang saat ini menjadi pandemi global. 

Kenyataan bahwa virus Corona menyebar lewat penderita dan pembawa (carrier) yang memapari orang sekitarnya menjadi alasan yang cukup kuat untuk memanfaatkan barier alamiah sebagai pengunci yang efektif menahan arus orang dari dan ke setiap pulau di Flobamora. 

NTT sebaiknya menerapkan Island Based Lockdown (ILBD) atau Geographic Quarantine. Island Based Lockdown (IBLD) di sini dimaksudkan sebagai usaha mengontrol arus migrasi antar pulau terutama dari dan ke daerah atau pulau yang telah terdeteksi memiliki laporan penderita flu COVID-19.

Pro dan kontra kebijakan lockdown saat ini menjadi perdebatan yang hangat oleh berbagai kalangan. Mereka yang setuju berpendapat bahwa cara ini merupakan usaha menahan laju penyebaran virus sehingga memungkinkan para penderita dapat ditangani dalam rentang waktu dan dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.

"Mereka yang setuju berpendapat bahwa cara ini merupakan usaha menahan laju penyebaran virus sehingga memungkinkan para penderita dapat ditangani dalam rentang waktu dan dengan fasilitas kesehatan yang tersedia."

Namun, mereka yang menolak lockdown berpendapat bahwa pendekatan tersebut adalah pendekatan bias kelas menengah atas yang memiliki persediaan pangan yang memadai. 

Tetapi justru ini merupakan pendekatan menyusahkan kaum kecil, yang makan dari setiap tetes keringat dengan durasi harian seperti pedagang kaki lima, tukang ojek, dan sebagainya.

Dua pendapat yang berseberangan ini sejatinya menyiratkan suatu kesepakatan bersama alias common ground bahwa penyebaran virus ini harus dihambat tetapi secara efektif. Dengan demikian kebijakan selective lockdown yang berbasis kondisi lokal penting untuk diambil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline