Lihat ke Halaman Asli

Herman Wijaya

Pedagang tempe di Pasar Depok

Syuting Film Penuh Tawa bersama Penyandang Disabilitas

Diperbarui: 1 Desember 2018   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Pengambilan gambar sedang berlangsung. Para pemain beraksi menunjukkan akting terbaik mereka. Semua kru yang terlibat, bekerja dengan serius. Boomer yang sedang memegang tongkat mike untuk merekam audio, juga tak kalah serius, meski pun lehernya sudah basah oleh keringat.

Suasana tersebut tiba-tiba pecah. Bambang, juru kamera yang tak kalah serius dalam bekerja, tiba-tiba berteriak keras. "Wuaaaah! Hu.., hu..., hu..!" sambil menggerak-gerakan tangan.

Tidak sampai di situ, dia langsung mendekati seorang pemain, dan menuntunnya untuk melakukan blocking yang benar. Cara Bambang menunjukkan kesalahan sang mentor dan membenarkannya, sangat serius. 

dokpri

Tingkah Bambang justru membuat suasana tegang mencair. Hampir semua yang ada di lokasi ketawa. Boomer sempat nyeletuk, "Kalau mau stop ngomong dong!"

Yang lain ninpalin. "Itu dia udah ngomong!"

Tentu saja Bambang tidak mendengar. Dia seorang tunarunggu. Pemain yang dibimbingnya untuk melakukan blocking dengar benar agar tidak "out" dari kamera adalah Guntoro Sulung, seorang juru kamera senior, sutradara film yang mentor akting dalam syuting itu.

Celetukan-celetukan spontan tidak bermaksud melecehkan, tetapi membuat suasana terasa segar, penuh tawa. 

dokpri

Begitulah suasana dalam latihan membuat film untuk para penyandang disabilitas yang diadakan oleh Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Yayasan Citra PPHUI di Inovation Room Connection Gedung Kemenaker, Jl. Gatot Subroto Jakarta, Jum'at (30/11/2018).

Suasana syuting yang dilakukan oleh para penyandang disabilitas terkesan serius dan santai. Apalagi Bambang yang bertindak sebagai juru kamera sering menghentikan syuting tiba-tiba dengan gayanya yang khas. Bambang juga memikiki asisten penyandang disabilitas runggu. Keduanya berbicara dengan bahasa isyarat yang hanya dimengerti oleh mereka. 

"Sebetulnya memang juru kamera tidak boleh menghentikan pengambilan gambar. Itu kan domainnya sutradara. Tapi dalam membimbing anak-anak disabilitas ini kita tidak boleh terlalu kaku. Kita biarkan aja, supaya mereka merasa diorangkan. Mereka kan bangga bisa punya otoritas di sini," kata Guntoro Sulung, salah seorang mentor.

Menurut Guntoro, ketika pertama kali diajak praktek pembuatan film, umumnya para penyandang disabilitas malu-malu, takut, mungkin merasa memiliki kekurangan. Tetapi dengan penuh kesabaran para mentor membimbing mereka, sehingga mereka semakin percaya diri.

Dari berbagai penyandang disabilitas diarahkan sesuai dengan minat dan kemampunya. Penyandang disabilitas runggu pria kebanyakan memilih sebagai juru kamera, menulis cerita atau tata cahaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline