Lihat ke Halaman Asli

Membangun Surga?

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pernahkah Anda merasakan tenang-tenang saja ketika ada orang yang mengolok-ngolok atau bahkan meremehkan Anda ?

Bila Anda pernah mengalami “Bersyukurlah” berarti telaga kesabaran dalam diri Anda cukup lapang, sehingga Anda diberikan pemahaman dan kesadaran bahwa tidak ada gunanya menanggapi hal-hal seperti itu.

Sebaliknya pernahkah Anda merasakan jengkel, marah, cekot-cekot, cemut-cemut, ketika ada orang yang menghina atau bahkan melecehkan Anda ?

Bila Anda pernah mengalami maka “Bersyukurlah”karena dengan demikian Anda kini memahami dan menyadari bahwa telaga kesabaran dalam diri Anda perlu direnovasi dan diperluas.

Tidak ada sesuatu yang diciptakan Tuhan yang tidak ada manfaatnya. Semua ada maksud dan tujuannya. Begitupula dengan berbagai perasaan negatif yang seringkali “menghinggapi” diri kita, semua mengandung maksud-maksud baik. Artinya,

Ketika dalam diri kita bergetar emosi negatif seperti rasa marah, maka itu adalah sebuah “sinyal” atau pertanda bahwa benak kita telah memproduksi “pikiran”, “persepsi”, “kesan”, “tanggapan” negatif. Misalnya bisa jadi ketika Anda marah Anda menciptakan “persepsi atau pikiran” bahwa,

“Seseorang telah menjatuhkan harga diri saya”

“Seseorang telah menginginkan nama baik saya tercemar”

“Seseorang telah berusaha menyingkirkan saya”

“Seseorang telah berupaya mendholimi Anda karena merasa iri”

dst …

Pikiran-pikiran itulah yang kemudian dengan sangat cepat diluar kesadaran kita menggerakkan emosi kita dan mendorong untuk segera memberikan reaksi. Dan seringkali reaksi yang cepat yang “terhipnosis” atau “terbawa” persepsi dan emosi negatif, menghasilkan tindakan yang juga negatif.

Maka pada saat itu, krisis mental telah berubah menjadi krisis perilaku.

Padahal, ketika emosi negatif menghinggapi diri kita, sebenarnya ada maksud baik atau positif, yaitu berupa peringatan bahwa,

“Ada yang salah dalam benak diri kita dalam membangun pikiran, persepsi, kesan atau tanggapan”

“Ada yang perlu dibenahi pada benak kita sendiri dalam membangun pikiran, persepsi, kesan atau tanggapan”

Jadi untuk apa kita “menuruti” emosi-emosi negatif, seperti kecewa, marah, sedih, bingung, panik, sombong, angkuh, sinis, etc yang dibangun oleh pikiran negatif dalam diri kita sendiri.

Alangkah indahnya pada saat seperti itu kita “bangun surga” ketenterman dan kedamaian di dalam diri kita sendiri dengan bahan-bahan bangunannya,

“Kerendahan hati’

“Penerimaan”

“Pengakuan”

“Ketenteraman”

“Kedamaian”

“Kekhusyukan”

“Kepasrahan”

“Lego-lilo”

“Lapang dada”

Jadi bila ada orang yang menurut kita menghina kita, mengapa tidak kita katakan saja di dalam hati,

“Anda benar, saya akui, saya terima, saya sadari, memang masih banyak kekurangan2, kelemahan2, kesalahan2 dalam diri saya sendiri yang perlu terus saya benahi”

atau

“Anda benar, selama ini saya telah berusaha untuk membenahi diri saya sendiri dan saya paham, saya sadar bahwa memang masih banyak kekurangan2, dalam diri saya sendiri yang perlu terus saya perbaiki”

Sementara itu teruslah saja Anda “berjalan” semakin mendekat dan berserah diri kepada Sang Pemilik Kehidupan.

Dengan demikian sebenarnya Anda telah membangun taman yang indah yang semakin lapang dan luas di dalam diri Anda sendiri.

Dengan demikian sebenarnya Anda telah banyak belajar, bertransformasi, dan membangun serta memperluas “surga” di dalam diri Anda sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline