Lihat ke Halaman Asli

Sampahmu Bukan Untukku

Diperbarui: 19 Mei 2024   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sampahmu Bukan Untukku

By Menick Herlinda

Siang ini ku lihat matahari begitu bersemangat memberi sinarnya, hingga badanku terasa  terbakar dan sepertinya   angin pun  enggan bergerak untuk memberi kesejukan.  Terasa panas sekali, ini menandakan waktu istiharat siang akan tiba. Waktu di mana akan sangat  melelahkan buatku.

"Kak...sebentar lagi bel berbunyi, rasanya malas sekali aku kak," keluhku pada kakak kembarku.

"Sabar ya dek...semangat!" ujar kakakku sambil menggerakkan tangan mengisyaratkan tanda memberi semangat.

Dan akhirnya waktu itupun tiba, bel berbunyi  menandakan istirahat siang. Suasana menjadi riuh, para siswa berdesakkan ingin keluar dari kelas dengan suara yang ramai sekali. Mereka berbondong menuju kantin yang tepat ada di hadapanku. Tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan  suara keras kaki Andra menendang tubuhku. Aku hanya bisa meringis kesakitan. Rasanya sudah terbiasa mendapat perlakuan ini dari Andra, siswa kelas XI yang selalu mendapat teguran dari guru karena tidak pernah mau merapikan  bajunya. Entah mengapa mungkin harinya belum lengkap jika tidak menedangku. Belum juga hilang rasa sakitku tiba-tiba datang rombongan Boby.  Selalu saja setiap melintas di depanku, tangannya iseng menggerakkan kepalaku. Walaupun sebenarnya aku kesal, tapi aku tak berdaya. 

Beberapa menit kulihat mereka semua asyik menikmati makanan yang tersedia dikantin, dan terlihat  ada beberapa yang masih bertransaksi dengan petugas kantin. Aku mulai menyiapkan diri, untuk menjalankan tugasku.

"Kamu sudah siap dek? Jangan lupa senyum ya..." kakakku mengingatkan aku untuk tetap semangat, dengan senyum mengembangnya. Ku angguk kepalaku tanda siap.

Haap! sampah pertamaku dari intan CS. Segera kutangkap  beberapa gelas mineral dan plastik bekas makanan.

"Syukurlah sesuai dengan yang ku mau..." kataku.

Dan selanjutnya dengan sigap kutangkap sampah kedua dari siswa berparas cantik, yang selalu ku dengar teman-temannya memanggil Zahra. Aku cukup terpesona  dengan dia, karena selalu disiplin dalam membuang sampah. Setelah itu mulai sampah-sampah lain masuk ke dalam tubuhku. Ketiga, ke empat, kelima, ke enam masih aman, tapi di hitungan-hitungan berikutnya sampah yang masuk dalam tubuhku mulai kacau, tidak sesuai lagi dengan kondisiku. Ku lihat ada sisa bakwan, sisa donat dan sisa makanan lainnya masuk ke tubuhku terbungkus kertas atau plastik. Aku heran, kenapa sih mereka semua malas memilah sampah, yang mana seharusnya di berikan untukku dan yang mana untuk kakakku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline