Takut adalah perasaan yang sangat manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakannya, baik itu takut pada sesuatu yang nyata ataupun takut pada sesuatu yang hanya ada di dalam pikiran. Takut adalah bentuk mekanisme pertahanan diri yang sangat penting bagi manusia. Tanpa takut, kita mungkin tidak akan pernah bertahan hidup hingga saat ini. Salah satu bentuk takut yang sering dialami oleh banyak orang adalah takut kegagalan. Takut kegagalan sering kali muncul ketika seseorang akan melakukan suatu hal yang dianggap penting dan memiliki resiko besar jika gagal. Sebagai contoh, seseorang yang akan mengikuti tes masuk perguruan tinggi mungkin merasa takut gagal karena tidak lulus tes.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh David C. Funder dan Daniel J. Ozer (2019), takut kegagalan adalah bentuk mekanisme pertahanan diri yang dikenal sebagai "self-protection". Self-protection adalah cara manusia untuk melindungi dirinya dari ancaman yang dirasakan. Ketika seseorang merasa takut kegagalan, maka hal itu bisa menjadi sinyal bahwa dirinya merasa tidak siap atau tidak yakin dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam kasus ini, takut kegagalan bisa menjadi motivasi bagi seseorang untuk lebih mempersiapkan diri dan meningkatkan kemampuan sehingga tidak terjadi kegagalan. Namun, takut kegagalan yang berlebihan juga bisa menjadi hambatan bagi seseorang untuk mencapai potensi maksimalnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Carol S. Dweck (2016), takut kegagalan yang berlebihan bisa menghambat seseorang untuk belajar dan berkembang. Dalam kasus ini, seseorang yang terlalu takut kegagalan cenderung menghindari situasi yang bisa menguji kemampuan dan tidak mau mengambil risiko. Untuk mengatasi takut kegagalan, seseorang perlu belajar untuk mengubah cara berpikirnya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memandang kegagalan sebagai bagian dari proses belajar dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang merugikan. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, "I have not failed. I've just found 10.000 ways that won't work". Dalam kasus ini, seseorang perlu belajar untuk menerima kegagalan sebagai bagian dari proses belajar dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kemampuan.
Selain takut kegagalan, ada banyak bentuk takut lain yang bisa dialami oleh seseorang. Beberapa bentuk takut yang umum dialami adalah takut pada kematian, takut pada hantu, takut pada ketinggian, dan masih banyak lagi. Takut pada kematian, misalnya, bisa dianggap sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri yang dikenal sebagai "mortality salience" (Greenberg, Pyszczynski, & Solomon, 1986). Mortality salience adalah perasaan yang muncul ketika seseorang menyadari akan kematian dan menjadi sadar bahwa hidupnya tidak abadi. Perasaan takut pada kematian bisa menjadi sinyal bagi seseorang untuk menghargai hidupnya lebih banyak dan menjalani hidup dengan cara yang lebih bermakna.
Sedangkan takut pada hantu, ketinggian, dan bentuk takut lainnya bisa dianggap sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri yang dikenal sebagai "fear conditioning" (LeDoux, 2000). Fear conditioning terjadi ketika seseorang mengalami suatu pengalaman yang menakutkan dan kemudian otaknya mengasosiasikan pengalaman tersebut dengan stimulus tertentu, sehingga stimulus tersebut menjadi pemicu terjadinya rasa takut. Sebagai contoh, seseorang yang pernah mengalami kecelakaan mobil mungkin akan merasa takut ketika melihat mobil yang serupa. Namun, takut yang berlebihan pada suatu stimulus bisa menjadi gangguan kecemasan yang perlu ditangani. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini mengajarkan seseorang untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat yang menjadi penyebab terjadinya rasa takut yang berlebihan.
Dalam menghadapi takut, penting untuk diingat bahwa rasa takut adalah hal yang normal dan alami. Namun, jika rasa takut tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari, maka perlu ditangani dengan cara yang tepat. Mengubah cara berpikir dan perilaku serta mencari bantuan profesional bisa menjadi langkah yang tepat untuk mengatasi takut yang berlebihan.
Referensi:
- Dweck, C. S. (2016). Mindset: The new psychology of success. Random House.
- Funder, D. C., & Ozer, D. J. (2019). Pieces of the Personality Puzzle: Readings in Theory and Research. W. W. Norton & Company.
- Greenberg, J., Pyszczynski, T., & Solomon, S. (1986). The causes and consequences of a need for self-esteem: A terror management theory. In R. F. Baumeister (Ed.), Public self and private self (pp. 189-212). Springer-Verlag.
- LeDoux, J. E. (2000). Emotion circuits in the brain. Annual Review of Neuroscience, 23(1), 155-184.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H