Ketika kita bicara tentang gaya hidup, tentunya merupakan sebuah pilihan dari masing-masing individu. Namun secara umum yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari ada orang yang menjalani hidup dengan memiliki jumlah barang yang banyak (maksimalis) dan ada orang yang menjalani hidup dengan memiliki jumlah barang yang sedikit atau biasa disebut dengan minimalis.
Dewasa ini, tidak sedikit orang memutuskan untuk menjalani hidup minimalis, mungkin diantara kamu sudah mengetahui atau bahkan mengaplikasikan gaya hidup tersebut.
Di tengah dunia yang serba modern rasanya pekerjaan manusia akan dimudahkan dengan canggihnya teknologi masa kini, orang berlomba-lomba untuk mendapatkan barang yang diinginkan, rasa puas terhadap barang impian yang baru dimiliki, membuat orang mendewakan barang tersebut, barang menjadi fokus perhatian khusus oleh pemiliknya, dengan dijaga sedemikian baiknya.
Namun sayangnya barang yang tadinya didewakan, lambat laun berubah menjadi barang biasa, karena rasa bosan. Dengan perubahan rasa yang dialami, barang mulai disepelekan dan orang mulai mencari pengganti yang baru.
Begitu juga pakaian, sering kita temui beberapa orang sering mengenakan pakaian yang sama setiap hari, walaupun sebanarnya mereka memiliki pakaian yang tersusun rapi di dalam lemari pakaiannya yang cukup besar.
Jika kita lihat lebih dalam, mereka ini hanya mengenakan pakaian yang benar-benar mereka suka. Dan anehnya, mereka terus mengeluh tidak memiliki pakaian, dan terus menyibukkan diri mencari pakaian lain. Hal tersebut terjadi berulang-ulang hingga mereka harus menambah lemari pakaian yang baru.
Lalu kenapa orang terus menginginkan barang baru? Dalam buku goodbye, things yang ditulis oleh Fumio Sasaki menjelaskan bahwa, rasa bosan terhadap benda-benda yang biasa ada disekeliling kita timbul dari beberapa aspek jaringan saraf. Jaringan inilah yang memungkinkan kita melihat berbagai bentuk stimulasi.
Sebagai contoh, bayangkanlah laut dimusim gugur. Musim panas sudah lama usai, tapi tiba-tiba kita ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Kitapun berlari memasuki air dengan kaki telanjang. Air yang dingin membuat kita menjerit. Sebabnya adalah jaringan saraf mengenali perbedaan suhu pasir dan air. Tapi cobalah tetap berada dalam air selama beberapa waktu.
Tubuh kita lama-kelamaan akan terbiasa dengan suhu air dan rasa dingin itu tidak lagi terasa mengganggu. Kita mungkin lantas berpikir bahwa airnya tidak sedingin yang kita kira.
Hal yang sama berlaku untuk seseorang yang suka tidur dengan nyala lampu yang terang di malam hari, mereka terbangun saat lampunya dipadamkan. Walaupun sebetulnya lebih bagus jika tidur dalam kondisi gelap. Mereka sudah sangat terbiasa dengan nyala terang sambil terdidur lelap.