Lihat ke Halaman Asli

Herlina Hesti

Fasilitator

Kebahagiaan Butuh Keberanian

Diperbarui: 18 Juni 2023   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ikilhojatim.com

Dalam hidup, seberapa sering kita merasa rendah diri? Mengagumi orang yang memiliki karakter yang baik, ataupun mengagumi orang karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta hal remeh-temeh lainnya. Rasa rendah diri yang berlebihan membawa kita pada amarah, stres, dan depresi. Lantas, kita merasa hari yang kita jalani menjadi buruk. Untuk mengobati rasa rendah diri, kita berupaya sedemikian rupa agar bisa menjadi seperti orang lain, dan berusaha membuang diri kita sekarang.

Dalam buku Berani tidak Disukai yang ditulis oleh Ichiro Kishimi  & Fumitake Koga dijelaskan bahwa, ditahap  kehidupan tertentu, kita memilih untuk menjadi tidak bahagia bukan karena kita dilahirkan dalam keadaan yang tidak membahagiakan. Hanya saja, kita menilai bahwa menjadi tidak bahagia itu baik untuk kita. Kita sendirilah yang menentukan bagaimana cara kita hidup atau dengan kata lain pola pikir atau sudut pandang terhadap kehidupan itu sendiri. Tidak semua hal harus ditanggapi dengan rasa rendah diri, kecewa dan semacamnya kita hanya perlu mengalihkan emosi negatif yang kita rasakan tersebut ke emosi yang positif.

Pola pikir atau sudut pandang kehidupan artinya, bagaimana seseorang melihat dunia ini, dan bagaimana ia melihat dirinya sendiri, atau pandangan seseorang tentang dunia ini dan kehidupan. Katakanlah ada seseorang yang mencemaskan dirinya sendiri dan berkata "aku seorang pesimis" orang lain dapat mengungkapkannya menjadi, "aku memiliki pandangan yang pesimistis akan dunia ini." Kita bisa melihat bahwa persoalan bukan pada kepribadiannya, namun lebih kepada pandangannya tentang dunia.

Tampaknya kepribadian memiliki nuansa makna yang memberi kesan tidak dapat berubah. Tapi, kalau bicara tentang pandangan kita terhadap dunia, seharusnya masih bisa diubah. Kerena banyak orang masih berpikir bahwa kepribadian seseorang sebagai sesuatu yang ada sejak lahir dan tidak ada kaitannya dengan kemauanmu. Namun dalam teori psikologi Alder, gaya hidup dipandang sebagai sesuatu yang engkau pilih untuk dirimu sendiri. Kitalah yang memilih gaya hidup kita masing-masing. Jadi bisa dikatakan saat engkau merasa tidak bahagia, hal ini terjadi karena engkau yang memilih untuk tidak bahagia. Pilihan pertamamu untuk tidak bahagia dilakukan tanpa sadar dan dikombinasikan dengan faktor eksternal seperti lingkungan, budaya dan lainnya. Faktor ini jelas berpengaruh pada pilihan tersebut. Walaupun demikian, kaulah yang memilih diri untuk tidak bahagia.

Tentu saja tidak ada yang bisa memilih sendiri cara kita dilahirkan dan dibesarkan, terlahir di negara ini, di era ini, dan dengan orang tua ini adalah hal-hal yang tidak engkau pilih. Dan semua itu memilki pengaruh yang besar, kau mungkin akan menghadapi kekecewaan, dan mulai melihat orang lain dan merasa, "andai aku dilahirkan seperti mereka," namun persoalannya bukan masa lalu, tapi disini pada saat ini. Dan sekarang kau sudah tahu tentang gaya hidup. Tapi apa yang kau lakukan dengan pengetahuan ini mulai sekarang adalah tanggung jawabmu. Apakah kau ingin menjalankan pola hidupmu yang sebelumnya, ataupun mau berubah menjadi baru sekali, semua itu terserah padamu karena manusia bisa berubah sewaktu-waktu tanpa memandang lingkungannya. Jika memang ada yang merasa sulit untuk berubah hal itu terjadi karena dirinya yang memegang teguh keputusannya untuk tidak mengubah gaya hidup.

Terkadang kita berpikir bahwa gaya hidup yang kita miliki sekarang adalah sesuatu hal yang paling praktis, dan merasa lebih mudah membiarkan keadaan apa adanya. Bisa dibilang seperti mengendarai mobil tua kesayanganmu. Mobilmu mungkin sedikit berderak, tapi kau bisa memperkirakannnya dan mengambil manuver dengan  mudah. Sederhananya manusia banyak mengeluhkan keadaannya, tapi lebih mudah dan lebih aman bagi seseorang untuk menjadi dirinya apa adanya, bukan berarti orang tidak memiliki kemampuan untuk mengubah gaya hidup atau pola pikir yang baru, tetapi hanya saja orang tidak berani untuk bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline