Lihat ke Halaman Asli

Siti Herlina Dewi

Lulusan pendidkan kimia, yang belum pernah menjadi guru kimia

Guru adalah Murid yang Tidak Pernah Lulus

Diperbarui: 23 November 2021   03:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Webinar oleh salah satu Tim Pengabdian Kimia FMIPA UNNES

Belajar selalu didefinisikan sebagai kewajiban utama dari pelajar, siswa, murid, atau peserta didik. Tahukan kamu, sesungguhnya belajar juga tidak bisa dipisahkan dari seorang guru. Selama ini, guru dianggap orang yang berkewajiban mengajari atau mendampingi belajar  siswa, sehingga tentu saja dianggap "harus lebih ahli" dari siswanya. Padahal sesungguhnya, guru adalah seorang "murid yang tidak pernah lulus".

Dewasa ini, manusia digadang-gadang memasuki era industry 4.0 dan society 5.0. Era yang menuntut manusia untuk menguasai dan memaksimalkan keterampilan-keterampilan abab 21, seperti kemampuan berpikir kreatif, kritis, kolaborasi, terbiasa memecahkan masalah, mempunyai kemampuan litrasi yang baik, dan masih banyak lagi.

Untuk memenuhi tantangan-tantangan tersebut, mau tidak mau metode dan strategi pembelajaran di sekolah juga harus diubah agar dapat membekali siswa dengan baik dan optimal. Sejak tahun 2013, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum wajib bagi sekolah-sekolah dari pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah ke atas. Pembelajaran dituntut untuk lebih mengaktifan siswa (student centered), sehingga guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Kenyataannya, hal tersebut belum berjalan sesuai harapan.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa Sebagian besar guru masih menerapkan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Berbagai alasan dilontarkan, mulai dari sarana dan prasarana yang belum memadai, beban kerja yang terlalu banyak, alokasi waktu pembelajaran kurang, dan lain sebagainya. Salah satu hal menarik yang dapat dicermati lebih dalam adalah kemampuan guru dalam merancang pembelajaran student centered yang masih kurang atau bahkan belum sama sekali menerapkannya. Hal tersebut ditemukan dalam progam penelitian dan pengabdian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sri Haryani, M.Si dan tim sejak tahun 2013 hingga sekarang. Program penelitian dan pengabdian beliau berfokus pada pembelajaran sains, terutama pada mata pelajaran kimia.

Salah satu kegiatan pengabdian yang baru saja selesai dilakukan adalah pendampingan guru-guru maupun calon guru kimia dalam menerapkan kompetensi dasar (KD) keterampilan. Kompetensi dasar adalah kumpulan kompetensi atau keahlian minimal yang harus dikuasai siswa agar dinyatakan lulus dalam suatu mata pelajaran. Setiap mata pelajaran mempunyai 4 KD, yaitu religius, sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Selama ini guru kimia sering seperti mengabaikan KD keterampilan dengan alasan waktu pembelajaran yang tidak cukup. Melalui kegiatan workshop, Prof. Dr. Sri Haryani dan tim mengajak guru-guru kimia dan mahasiswa pendidikan kimia untuk berlatih merancang pembelajaran kimia pada KD-KD keterampilan yang jarang atau tidak pernah diajarkan kepada siswa di sekolah. Kegiatan dimulai dengan penyampaian materi oleh dosen-dosen kimia Universitas Negeri Semarang yang terlibat dalam tim pengabdian. Adapun materi yang disampaikan di antaranya  penentuan gugus fungsi senyawa dengan spectra Inframerah, penentuan trayek indikator pH dari bahan alam, dan penyepuhan logam.

Meskipun dilakukan secara daring, tidak mengurangi semangat para peserta workshop untuk mengikuti kegiatan. Selain pemberian materi, selanjutnya adalah pemberian tugas sebagai tindak lanjut bagi peserta workshop. Tugas utamanya adalah peserta diminta menyusun kegaitan praktikum yang melibatkan materi-materi yang telah disampaikan oleh narasumber. Banyak peserta yang merasa kesulitan di awal namun dengan proses pendampingan, guru-guru tersebut dapat menyusun rancangan yang bagus.

Salah satu yang menarik adalah penentuan trayek indikator asam basa dari bunga telang. Bunga telang selama ini dikenal sebagai bunga hias, bahkan di beberapa daerah dianggap sabagai bunga liar. Namun bunga telang ternyata dapat dijadikan media pembelajaran kimia yang menarik. Bunga telang diduga dapat digunakan sebagai indikator, karena bunga ini mengandung senyawa antosianin, senyawa ini akan memberikan warna merah pada suasana asam dan warna kuning pada suasana basa.  Penelitian baru juga menunjukan bahwa bunga telang dapat dijadikan teh herbal yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Memanfaatkan hal-hal yang ada di sekitar tempat tinggal siswa akan memudahkan siswa mengasosiasikan pengetahuannya dengan permasalahan real di lapangan, begitu juga sebaliknya, fakta di lapangan dapat memudahakan siswa dalam menyusun pengetahuannya.

Bunga telang/Dokpri

Setelah kegiatan selesai, peserta diminta memberikan tanggapan atau refleksi diri, di antaranya menyampaikan bahwa selama ini tidak mengajarkan materi tersebut di sekolah karena kurang tahu apa yang harus disampaikan agar pembelaran menarik, berpusat pada siswa, namun tetap dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Kegiatan tersebut sangat membantu guru dalam mengembangkan pembelajaran kimia terutama untuk mencangkup hingga pada KD keterampilan. 

Mereka juga mengatakan banyak belajar hal baru. Dari sini kita tahu bahwa menjadi guru bukan berarti bisa berhenti belajar, karena sesungguhnya pengetahuan yang dibuat manusia itu selalu berkembang dan bisa berubah. Sebagaimana siswa yang dituntut untuk mempelajari beberapa hal, guru pun juga harus selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya agar dapat membimbing siswa sesuai perkembangan zaman dengan baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya guru adalah "murid yang tidak pernah lulus". 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline