Lihat ke Halaman Asli

Trend Pengemasan Produk Modern Tidak Seharusnya Menggeser Kemasan Tradisional

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Budaya kemasan sebenarnya telah dimulai sejak manusia mengenal sistem penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah yang ditemuinya.

Dalam perkembangannya di bidang pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk maupun bahan pengemas produk pertanian. Temuan kemasan baru dan berbagai inovasi selalu dikedepankan oleh para produsen produk-produk pertanian, dan hal ini secara pasti menggeser metode pengemasan tradisional yang sudah ada sejak lama di Indonesia.

Ragam kemasan makanan tradisional yang sering dijumpai seperti kemasan dengan menggunakan daun pisang, kelobot jagung (pelepah daun jagung), daun kelapa/enau (aren), daun jambu air dan daun jati.

Pengemasan, disamping bertujuan untuk melindungi makanan tradisional dari kerusakan, juga merupakan daya pikat-bagi orang agar tergiur menikmatinya. Dalam bahasa prdagangan pengemasan merupakan iklan tersendiri agar menarik dan orang tertarik untuk membelinya.

Pada pertengahan tahun 2007 Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) melalui kegiatannya dilakukan upaya perbaikan pengemasan makanan siap saji guna meningkatkan daya pikat dan memenuhi persyaratan. Upaya perbaikan kemasan dilakukan melalui pendekatan studi orientasi, evaluasi teknologi dan pengembangan pengemasan. Jalur ini diharapkan mampu mendongkrak keberhasilan perdagangan makanan tradisional di daerah sentra produksi.

Program ini sayang belum menyentuh ke pengemasan produk pertanian, hanya di bidang makanan tradisional saja. Namun perlu dikaji kembali bahwasanya dengan dipelajari dan didukung lebih lanjut seharusnya dalam pengemasan makanan tradisional masih pro-kontra dengan pencitraan tradisional itu sendiri yang terasa kurang khas tanpa kemasan tradisional apalagi bahan kemasan berasal dari bahan pertanian juga. Jika dalam hal ini bisa ditemukan solusi yang dapat menggabungkan kemasan tradisional dan modern tentu bisa meningkatkan nilai tambah petani di Indonesia.

Dengan adanya penggabungan kemasan tradisional dan modern tentu konsep yang dihasilkan adalah kemasan yang menarik, mampu melindungi produk yang dikemas serta tidak melupakan ciri khas dari produk tersebut yang tetap berkesan tradisional.

The product is the package, yang berarti sebuah produk bisa dinilai dari kemasannya adalah budaya dasar pemasaran produk di Inggris sejak abad 19 yang nyata kini sangat dirasakan. Kini kemasan menjadi penentu utama penarik minat pembeli dalam mengonsumsi sebuah produk. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetika yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan karena pada dasarnya nilai estetika harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri, dan sifat barang/produk yang diproduksi.

Tidak kalah pentingnya dalam kemasan bahan makanan tradisional adalah harus tersedianya label. Mengapa pangan dalam kemasan harus berlabel? Karena label menjadi media informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membeli/mengonsumsi pangan tersebut. Minimal pada makanan tradisional harus ada informasi mengenai komposisi dan masa kadaluwarsa, agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam membeli suatu produk.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline