USULAN PEMBENTUKANKEMENTERIAN PERKERETAAPIAN REPUBLIK INDONESIA(MINISTRY OF RAILWAY) ABSTRAKSI Perkembangan perkeretapian Indonesia bila dilihat dari analisa kualitatif matematis sangatlah menurun. Persoalan ini sangat mudah dilihat dari: Tahun 1939 panjang rel 6.811 km (era Hindia-Belanda) Tahun 1956 panjang rel 6.096 km (era DKA) Tahun 2000 panjang rel 4.030 km (era PTKA) Saat ini sampai tahun 2010 masih belum ada penambahan panjang rel (panjang double track tidak dihitung). Artinya terjadi penurunan 41 % dalam kurun waktu 61 tahun. Sedangkan jumlah stasiun tahun 1955 terdapat 1.516 stasiun, sedangkan tahun 2000 terdapat 571 stasiun. Artinya terjadi penurunan 62 % dalam kurun waktu 45 tahun. (Sumber data diatas diambil dari Kompas 22 januari 2007) Populasi penduduk Indonesia berdasarkan sensus tahun 1930 adalah 60,7 juta (Merle Calvin Ricklefs, 2007). Transpotasi utama saat itu semuanya telah ada kecuali pesawat terbang. Sedangkan jumlah penduduk saat ini, kita ambil asumsi 240 juta, saat ini model transportasi semua telah tersedia di Indonesia. Jadi dari tahun 1930 sampai tahun 2010 ini terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar hampir 400%. Bila kita melihat angka-angka diatas, secara matematis (rumus persamaan) dapat dianalisis bahwa seharusnya panjang rel juga harus bertambah 400% bila diilhat dari pertumbuhan signifikan jumlah penduduk di tahun 2010 sekarang ini. Sehingga saat ini panjang rel akan didapat 27.244 km. Namun kenyataanya, panjang rel kita menurun 41% dan jumlah stasiun berkurang 62%. Secara mudah dapat diasumsikan bahwa perkembangan perkeretapian kita terdapat permasalahan subtansial. Memang tidak sepenuhnya tepat bila kita hanya melakukan pendekatan kualitatif-matematis. Perkembangan perkeretapian -- transportasi rakyat bawah – tidak terlepas dari logika: ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pendidikan. Perkeretapian di Negara Berkembang Asia Kementerian Perkereretapian China Departemen Kereta Api dari Republik Rakyat Cina (Cina: Hanyu Pinyin: Zhonghua Renmin Gong Guo dia Tiědào BU) adalah struktur dari Dewan Negara Republik Rakyat Cina. Kini menteri perkeretapian China dijabat oleh Liu Zhijun. Departemen ini bertanggung jawab untuk pelayanan penumpang, regulasi industri kereta api, pembangunan jaringan rel dan infrastruktur kereta api di Cina daratan. Departemen ini juga bertanggung jawab atas operasi Kereta Api Cina yang mengelola biro kereta api dan perusahaan-perusahaan di Cina daratan. Data 2008 yang bekerja di perkeretaapian mampu menyerap sejumlah 2 juta penduduk China. Ada kebijakan baru Pemerintah China bahwa disetiap tahun diharuskan ada penambahan panjang jalur rel 1000 km. Bahkan saat ini ada target penambahan 20.000 km di China. Bisa dibayangkan di negeri China akan sangat berkembang perkeretapiannya. Kementerian Perkeretapian India Departemen Kereta Api di India adalah yang bertanggung jawab atas Kereta Api India, perusahaan milik negara yang menguasai transportasi kereta api di India. Pada Mei 2009, departemen ini dipimpin oleh Menteri Perkeretaapian Mamata Banerjee. Dewan Perkeretapian yang merupakan badan tertinggi Kereta Api India. Pada tanggal 1 Agustus 2007, Ramesh Chandra terpilih sebagai Ketua Dewan Kereta Api. Departemen Kereta Api India menyajikan sebuah anggaran yang terpisah dari anggaran umum India. Dimulai pada 1924. Pada saat itu, Anggaran Kereta Api terbentuk sekitar 70% dari anggaran negara. Anggaran Kereta Api India sekarang adalah kurang dari 15% dengan dari anggaran nasional (bandingkan dengan anggaran untuk Dirjen KA di negeri kita). Sebenannya di Jepang tahun 1920 – 1943 pernah ada Kementerian Kereta api. Oleh karena sistem perkeretapian Jepang maju pesat maka saat ini perkeretapian di Jepang dibawahi oleh Kementerian Transportasi. Realitas Perkeretaapian Indonesia Perkeretapian kita belum berkembang bila dilihat data-data grafik di atas. Panjang jalur rel bisa saja dikurangi untuk peningkatan kualitas manajemen pelayanan. Namun kenyataannya dengan berkurangnya panjang rel belum ada perubahan yang signifikan mengenai manajemen nasional perkeretapian kita. Potret perkeretapian kita bisa menjadi simbol sosial kemajuan sebuah bangsa. Bila melihat kondisi kereta api ekonomi kita, didalam kereta akan didapati penumpang dibarengi oleh sangat ramainya pedagang asongan, pengemis, gelandangan, pengamen, anak terlantar, pencuri, pencopet, preman dan sejenisnya. Khusus kereta komuter kegiatan sosial ini menjadi tradisi kehidupan tersendiri didalam perjalanan kereta. Sehingga kereta terkesan kotor, tidak terawat dan beberapa fasilitas didalam kereta selalu hilang. Sehingga pelayanan primer untuk penumpang akan terabaikan, muncul persepsi yang mengatakan bahwa terpenting semua penumpang terangkut (tangible), artinya kualitas pelayanan menjadi kebutuhan skunder bahkan tersier atau kwartener oleh operator kereta api. Gangguan pelayanan kereta api tidak hanya berasal dari dalam kereta saja, namun di kompleks area perkeretapian terdapat wajah sosial yang nyata di negeri ini. Persoalan ini bisa tampak di sepanjang trase rel kereta api di kota-kota besar terdapat perkampungan yang padat penduduk. Minimal jarak 6 meter dari as tengah rel untuk ruang bebas lalu lintas kereta api telah dilanggar. Dikawasan slump area terkadang hanya berjarak 2 meter dari tepi rel luar menuju pemukiman padat peduduk. Hal ini akan merugikan pelayanan profesional kereta api dan tentunya akan merugikan penduduk itu sendiri sebagai hunian di sepanjang rel kereta api bila terjadi kecelakaan kereta api. Realitas sosial ini adalah problematika kita bersama sebagai warga negara yang mendambakan perbaikan kehidupan. Sebenarnya stigma problem perkeretapian Indonesia sangatlah kompleks diperlukan kaidah heuristik untuk dipecahkan permasalahan dari tiap sumber masalah yang berbeda dari tingkat dasar terbawah sampai kepada policy maker. Ditingkat tataran atas, secara politis permasalahan PSO, IMO dan TAC juga masih belum begitu transparan di permukaan publik. Tentunya permasalahan itu semua tidak cukup hanya menjadi polemik di jejaring sosial manapun. Tentunya proposal ini akan lebih baik diusulkan kepada DPR melalui masukan-masukan yang logik. Dengan diterbitkannya UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretapian, nampaknya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebagai regulator juga belum siap mengimpletasikan UU ini yang seharusnya telah diberlakukan di tahun 2011. KEMENTERIAN PERKERETAAPIAN Untuk menyambut implementasi UU no 23/2007 dan PP no 50/2009 tentang perkeretapian tidak ada salahnya di usulkan KEMENTERIAN PERKERETAPIAN REPUBLIK INDONESIA. Bila tidak ingin dianggap meniru oleh karena adanya Kementerian Kereta Api di China dan India, kita bisa presentasikan bahwa tuntutan transportasi rel ini adalah rasional argumentatif untuk di bumi Indonesia. Skema Rencana Induk Perkeretapian (RIP) sampai tahun 2025 rencana pembangunan rel sampai di Pulau Sulawesi, malahan sudah ada sosialisasi Rencana Tata Ruang Pulau Papua tahun 2005 pembangunan rel akan sampai di Pulau Papua. Apabila perencanaan ini nantinya ini tidak dipimpin oleh 1 menteri yang bertanggung jawab terhadap perkembangan kereta api, maka tetap saja kereta api tetap akan manjadi anak tiri dilingkungan Pemerintahan. Kurang berkembangnya kereta api di tanah air kita sebenarnya sebagian telah terjawab, bahwa kebijakan politik wakil rakyat dan Pemerintah dari dulu tidak memihak kepada transportasi kereta api. Pembangunan jalan tol lebih diutamakan, sementara AMDAL/SEMDAL dipinggirkan. Lahan subur dan tanah resapan menjadi jalan tol, sehingga lingkungan telah banyak rusak. Karakteristik Tranportasi Kereta Api: Dibanding dengan transportasi lainnya, jalan rel dan jalan raya/tol merupakan karsa dan karya manusia. Sedangkan jalan untuk pesawat udara dan kapal laut sudah disediakan alam. Artinya hampir dikatakan tanpa pembangunan dan perawatan laut dan udara sudah ada sebelum manusia ada. Hanya jalan raya/tol dan rel yang perlu perencanaan, pembangunan dan perawatan. Namun di jalan raya bila ada jalan yang rusak pengemudi bisa menghindar atau berhenti, persoalan ini bertolak belakang dengan kereta api bila ada jalan rel rusak (ballast atau rel putus) tidak akan bisa menghindar, pastilah akan terjadi kecelakaan, apalagi kereta api membawa banyak penumpang. Jadi jalan rel prilaku pengawasannya harus lebih diutamakan daripada transportasi lainnya. Wacana di atas memang berkesan kereta api minta lebih diutamakan. Perawatan jalan rel harus diprioritaskan adalah benar mengingat kereta api adalah angkutan massal. Bila kita lihat saat ini untuk kereta ekonomi bisa mengangkut 2000 lebih penumpang dalam satu rangkaian kereta api. Bagaimana bila penumpang sebanyak itu menggunakan transportasi jalan raya tiap hari? Kelebihan moda kereta api bila dibandingkan dengan moda jalan raya atau tol;
- Mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan raya (ada data tersendiri).
- Ramah terhadap lingkungan hidup (ada data tersendiri) .
- Sangat jarang terjadi kecelakaan (ada data tersendiri).
- Biaya pembangunan jalan rel dan perawatan lebih murah daripada jalan raya (ada data tersendiri) .
- Kereta api sangat hemat energi bahan bakar bila dihitung dengan jumlah penumpang (ada data tersendiri).
KESIMPULAN
- Melalui pendekatan sejarah, bahwa perkeretapian kita mengalami kemunduran.
- Dengan diterbitkan UU no 23/ 2007 tentang perkeretapian akan bangkit kembali, maka diperlukan perencanaan matang, pelaksanaan kerja dan pengawasan yang cermat.
- Semakin masa kedepan kita harus peduli terhadap keamanan dan kenyamanan sosial dan peduli terhadap lingkungan hidup untuk sarana transportasi.
- Maka pembentukan KEMENTERIAN PERKERETAAPIAN di tanah air ini adalah sungguh layak.
Wassalam. Deddy Herlambang @2010. P/S; pls join http://www.facebook.com/groups/146176395397705/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H