Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/Tahun 2009 tentang Penerbangan , di dalam pasal 383 mengatakan bahwa Pendidikan dan Pelatihan dalam rangka penyediaan SDM bidang Penerbangan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat melalui jalur pendidikan formal dan/atau non formal.
Dalam pasal lain disebutkan juga bahwa Pendidikan dan Pelatihan SDM Bidang Penerbangan diselenggarakan dalam kerangka sistem Pendidikan Nasional, dalam upaya meningkatkan kecerdasan bangsa sesuai amanat UUD-1945. Dengan demikian dapat diartikan bahwa masalah pendidikan dan pelatihan SDM bidang penerbangan merupakan tanggung jawab semua pihak yang secara sinergi memberikan berbagai kemudahan serta dukungan bagi terelenggaranya pendidikan dan pelatihan SDM dimaksud.
Kapasitas angkutan udara di Indonesia dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan dan peningkatan, baik penumpang mupun barang. Beberapa maskapai penerbangan di Indonesia telah berusaha menambah berbagai jenis armada pesawat terbangnya namun belum diimbangi dengan tersedianya jumlah awak pesawat yang memadai, terutama penerbang.
Menghadapi Liberalisasi Angkutan Udara ASEAN menuju ASEAN Economic Community 2015" dimana para Menteri Perhubungan Negara-negara ASEAN telah menandatangani Multilateral Agreement On Air Services yang memberi kebebasan hak angkut bagi operator Angkutan Udara dari/ke bandara-bandara kawasan ASEAN, merupakan tantangan berat bagi pemerintah, khususnya operator-operator Angkutan Udara di Indonesia, sehingga dituntut untuk segera berbenah diri dalam meningkatkan daya saingnya. Selain kesiapan fasilitas Bandara serta komponen-komponen pendukungnya, kesiapan tenaga-tenaga SDM bidang penerbangan harus dapat terpenuhi, baik kuantitas dan terlebih lagi kualitasnya.
Fakta-Fakta
Dari sumber yang dapat dipercaya, diperoleh data tentang kebutuhan tenaga penerbang di Indonesia rata-rata sebanyak 500 -- 800 penerbang setiap tahunnya, sementara yang mampu diproduksi oleh Sekola-Sekolah Penerbang hanya antara 150 -- 200 penerbang saja setiap tahunnya.Untuk mengatasi kekurangan tenaga penerbang tersebut, hampir semua operator Angkutan Udara mengambil jalan pintas dengan mengikat perjanjian kontrak dengan tenaga-tenaga penerbang asing yang dalam jangka panjang akan merugikan perusahaan sekaligus juga merugikan pemerintah Indonesia.
Keluaran tenaga-tenaga penerbang muda yang dihasilkan oleh seluruh Sekolah Penerbang yang telah beroperasi hingga saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan tenaga penerbang bagi operator-operator penerbangan di dalam negeri. Hal tersebut diperburuk lagi karena hampir semua operator angkutan udara tidak mau menerima lulusan sekolah-sekolah penerbang yang belum siap guna, sehingga masih banyak lulusan Sekolah Penerbang di Indonesia yang belum bekerja, kecuali bagi mereka yang mampu menanggung beaya transisi ke pesawat multi jet engine yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara tersebut.
Banyak faktor penghambat yang menyebabkan laju pertumbuhan Sekolah Penerbang di Indonesia tidak terlalu menggembirakan sehingga sangat mungkin ada beberapa Sekolah Penerbang yang terancam gulung tikar.Faktor penghambat tersebut, antara lain :
Sekolah Penerbang membutuhkan investasi yang cukup besar, terutama untuk pengadaan pesawat-pesawat latih dengan suku cadangnya, serta harga bahan bakar pesawat udara yang terus membubung tinggi.
Kondisi diatas diperburuk lagi dengan Peraturan Pemerintah yang kontra produktif yang memberlakukan ketentuan bea masuk pesawat-pesawat latih sebesar 67,5 %, sementara bagi pengadaan pesawat-pesawat komersil dibebaskan dari bea masuk.