IJEPA (Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement) adalah suatu kesepakatan yang dtujukan untuk kemitraan ekonomi antara Indonesia dengan Jepang yang berprinsip pada Economic Partnership Agreement). Adanya IJEPA ini juga bukanlah suatu hal yang baru dilaksanakan. Penandatanganan dari kemitraan ekonomi ini sudah dilakukan sejak 20 Agustus 2007 di Jakarta dan mulai efektif terlaksana pada 1 Juli 2008.
Terdapat beberapa cakupan yang dijalankan pada IJEPA yaitu trade in Goods, investment, trade in services, movement of natural persons, intellectual property rights, rules of origin, energy and mineral resources, competition policy, government procurement, custom procedures, improvement of business environment, dan cooperation. Dari banyaknya cakupan tersebut dalam menjalankan fungsinya, IJEPA dilandasi oleh tiga pilar yaitu:
- Facilitation
Yaitu pengurangan biaya perdangangan dan peningkatan bea cukai, serta upaya dalam peningkatan kepercayaan investor Jepang.
- Liberalization
Liberalisasi memiliki tujuan untuk meminimalisir hambatan dari perdagangan serta investasi.
- Cooperation
Yaitu kerjsama yang berdasar pada komitmen dari kedua negara untuk meningkatkan daya saing industri melalui pengembangan industri yang disebut Manifacturing Industrial Development Center.
Pada tahun 2022, perjanjian IJEPA juga semakin berkembang. Hal ini ditunjukkan oleh kunjungan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Jepang Kishida Fumio di Istana negara. Kunjungan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mengintensifkan negosiasi dan pengurangan terhadap hambatan perdagangan agar menguntungkan kedua negara. Diplomasi ini kemudian menjadi menarik karena adanya tekad dari kedua negara untuk terus mempertahankan kerjasama yang sudah dibentuk dari 2008 ini.
Implementasi dari IJEPA dapat dikatakan adalah salah satu wujud nyata diplomasi dari apa yang disebut dengan diplomasi ekonomi. Secara definisi, diplomasi ekonomi dapat diartikan sebagai upaya dari suatu negara untuk mempromosikan kepentingan ekonomi serta perdagangan di luar negeri dengan metode kerjasama dan dialog. Pada implementasinya, diplomasi ekonomi melibatkan aktivitas seperti perdagangan internasional, bantuan luar negeri, investasi asing, dan kebijakan ekonomi yang memiliki tujuan untuk memperkuat hubungan ekonomi antar negara. Diplomasi ini menitikberatkan pada usaha setiap negara untuk mencapai tujuan berupa peningkatan perdagangan, investasi, meningkatkan akses pada pasar internasional, serta investasi asing. Diplomasi ekonomi juga kerap kali menggunakan media sebagai alat-alat diplomasi seperti pameran dagang, kunjungan diplomatik, misi dagang, pertemuan bilateral atau multilateral, serta dialog formal dan informal atara negara-negara yang terkait.
Melihat pada perkembangnya, adanya IJEPA ini tidak terlalu menunjukkan perubahan yang signifikan dari ekspor dan impor Indonesia. Masalah yang datang kemudian dapat dilihat dari ekskalasi yang besar untuk impor Jepang di pasar Indonesia, namun tidak bagi produk Indonesia yang sulit untuk bersaing di pasar domestik Jepang. Sehingga terdapat perbedaan antara ekspor Indonesia dengan Jepang.
Menurut data antara sebelum (2001-2008) dan sesudah adanya IJEPA (2009-2018) untuk kedua negara, dari sisi ekspor menunjukkan jika terdapat nilai rata-rata peningkatan dari US$ 18.222.350,3 menjadi US$ 22.981.282,1 walaupun tidak signifikan. Berbeda dengan impor yang dapat dinilai mengalami peningkatan yang naik turun. Rata-rata sebelum IJEPA, US$ 6.685.814,6 menjadi peningkatan sekitar US$ 16.477.257 setelah adanya IJEPA. Dapat disimpulkan bahwa dari nilai ekspor dan impor ini menunjukkan hasil yang berbeda. Nilai ekspor yang cenderung sedikit peningkatannya, sedangkan impor mengalami peningkatan cukup signifikan. Dilihat dari data IJEPA di tahun 2018, terdapat beberapa komoditas yang diekspor oleh Indonesia ke Jepang. Komoditas tersebut diantaranya yang terbesar pada mineral fuels, mineral oils and product of their distillation, bituminous substance, mineral yaitu 42% yang kemudian disusul oleh peralatan serta suku cadang elektronik sebesar 11%.
Komoditas lainnya yang diperdagangkan yaitu pada sektor kelautan dan perikanan. Pada sektor ini, hadirnya IJEPA memberikan dampak yang terasa terutama pada kebijakan dan program. IJEPA memungkinkan Indonesia dan Jepang untuk mengimplementasikan kebijakan tarif bea masuk dengan menghapus hambatan perdagangan pada 52 produk perikanan Indonesia. Produk perikanan tersebut terdiri dari komoditas udang, lobster, serta ikan hias yang diturunkan tarifnya dari 5% menjadi 0%. Sebagai negara dengan nomor urut ke-3 terkait produksi ikan di dunia, tentu adanya pemberlakuan kebijakan ini memiliki potensi terhadap pertumbuhan produksi ikan Indonesia. Hal ini dikarenakan Jepang yang dianggap sebagai konsumsi produk laut dan salah satu pasar makanan laut top dunia.
Terdapat beberapa produk perikanan yang diunggulkan Indonesia di pasar domestik Jepang diantaranya udang, tuna, rumput laut, ikan patin, dan produk lainnya seperti gurita serta cumi-cumi. Namun terdapat beberapa hambatan terhadap perdagangan Ikan Indonesia di Jepang, contoh kasusnya pada 2016. Pada tahun tersebut, nilai ekspor Jepang mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 27% menjadi 16,3%. Penurunan ini disebabkan oleh belum optimal IJEPA dan rendahnya daya saing produk perikanan Indonesia. Hambatan lainnya, masih terdapat kurangnya akses pasar produk Indonesia di Jepang akibat daya saing yang lemah serta beberapa kebijakan pemerintah Jepang yang merugikan Indonesia.
Bagi Indonesia, Jepang dianggap sebagai negara yang mampu memajukan perekonomian Indonesia terutama dalam memajukan industri Usaha Kecil Menengah. Hal ini dikarenakan Jepang yang merupakan mitra dagang yang strategis yang ditunjukkan dari seringnya Jepang untuk membantu Indonesia dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan masalah kemiskinan. Namun perlu diketahui bahwa, penerapan IJEPA ini harus selalu dioptimalkan dengan adanya revisi instrumen-instrumen yang mendukung dalam kerjasama IJEPA. Perbaikan ini guna meningkatkan manfaat yang lebih besar dari diplomasi tersebut.