Lihat ke Halaman Asli

Heriyanto Hermansyah

Profil Heriyanto Hermansyah

Kebijakan Plt. Kapolri Salah Kaprah

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14214980171252105343

[caption id="attachment_391378" align="aligncenter" width="624" caption="Mantan Kapolri Jenderal Sutarman. (Kompas.com/SABRINA ASRIL) "][/caption]

Permasalahan pengangkatan Kapolri dari sisi ketatanegaraan semakin pelik. Maksud hati Presiden menunda pengangkatan Komjen.Pol. Budi Gunawan, justru memakan korban Jend. Pol Sutarman yang diberhentikan sebagai Kapolri. Presiden kemudian mengangkat Komjen Pol. Badrodin Haiti sebagai Plt. Kapori.

Menurut ketatanegaraan dan Hukum yang berlaku, Presiden mengangkat Plt.Kapolri harus memenuhi unsur keadaan Mendesak. Unsur keadaan mendesak menurut Penjelasan Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, adalah “Suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara”. Dalam hal Presiden Joko Widodo tidak pernah mengangkat Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri, maka Presiden secara tidak langsung telah mengatakan bahwa Jend.Pol. Sutarman sebagai Kapolri aktif ketika itu sudah melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara sehingga perlu diberhentikan. Padahal pada faktanya Presiden Joko Widodo tidak pernah punya kajian yang membuktikan Jend.Pol Sutarman melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara sebelumnya.

Dari sudut pandang ketatanegaraan, yang disebut kondisi mendesak terjadi apabila terjadi kekosongan jabatan Kapolri dan pengisian jabatan Kapolri yang kosong tersebut tidak dapat menggunakaan prosedur normal pengangkatan Kapolri seperti DPR sedang masa reses. Sehingga Presiden boleh menetapkan Plt.Kapolri terlebih dahulu sebelum meminta persetujuan DPR. Pada faktanya tidak ada kekosongan hukum Kapolri karena Jend.Pol. Sutarman masih Kapolri Aktif dan DPR sudah menyetujui Komjen Pol. Budi Gunawan.

Seandainya kasus yang menjerat Komjen Pol. Budi Gunawan menurut kacamata Presiden masuk sebagai kategori keadaan yang mendesak karena sudah melanggar sumpah Jabatan dan etika penyelenggaraan negara maka Presiden harus tetap mengangkat terlebih dahulu Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri sebelum memberhentikan sementara. Presiden tidak pernah mengangkat Komjen Pol. Budi Gunawan terlebih dahulu sebagai Kapolri, justru langsung memberhentikan Jend.Pol. Sutarman sebagai Kapolri dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt.Kapolri. Sehingga secara tidak langsung Presiden menyatakan Jend.Pol.Sutarman yang bersalah sehingga harus diangkat Plt. Kapolri.

Permasalahan Calon Kapolri Komjen. Pol Budi Gunawan telah bergeser menjadi pusaran politik yang ikut serta memakan korban Jend.Pol. Sutarman sebagai korban di dalamnya. Hal tersebut bisa terjadi karena Presiden telah melakukan kesalahan dengan hanya menerbitkan 2 Keputusan Presiden yakni memberhentikan Jend.Pol Sutarman sebagai Kapolri dan mengangkat Komjen Pol. Badrodin Haiti sebagai Plt.Kapolri. Presiden seharusnya menerbitkan 3 Keputusan Presiden, yakni: Pemberhentian Kapolri Jend.Pol.Sutarman, selanjutnya mengangkat Komjen.Pol.Budi Gunawan sebagai Kapolri, selanjutnya memberhentikan sementara Komjen. Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mengangkat Komjen Pol. Badrodin Haiti sebagai Plt. Kapolri.Presiden Joko Widodo yang enggan mengangkat Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri untuk kemudian dilakukan pemberhentian sementara bisa jadi dikarenakan desakan dari rakyat dan kekhwatiran akan pemakzulan.

Dalam konstruksi pengangkatan Plt Kapolri, Jend. Sutarman hanya dapat diberhentikan sementara bukan pemberhentian tetap. Presiden harus dapat membuktikan terlebih dahulu Jend.Pol. Sutarman telah melakukan pelanggaran sumpah jabatan dan tindakan membahayakan negara. Lagi pula tidak ada alasan hukum yang dapat membenarkan pemberhentian sementara Jend. Pol. Sutarman dari Jabatan Kapolri.

Sedangkan dalam konstruksi pemberhentian tetap, Presiden harus mengangkat Kapolri Definitif. Sehingga Presiden harus tetap mengangkat Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri Definitif bukan Plt.Kapolri setelah memberhentikan tetap Jend. Pol. Sutarman.

Konstruksi pengangkatan Plt Kapolri sudah diatur jelas di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002. Presiden dalam menggunakaan hak prerogatif dan diskresi dalam pengangkatan Plt Kapolri tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah sangat jelas diatur di dalam undang-undang tersebut.

Presiden tidak perlu terburu-buru mengangkat Plt Kapolri sedangkan masa jabatan Jend. Pol. Sutarman sebagai Kapolri aktif baru berakhir bulan Oktober 2015. Langkah yang paling bijaksana ditempuh Presiden adalah cukup menunda pengangkatan Kapolri baru sambil menunggu Jend Pol. Sutarman berakhir jabatan di bulan Oktober 2015 serta menunggu dan mendorong sesegera mungkin tercipta kepastian hukum terhadap kasus yang menjerat Komjen Pol. Budi Gunawan.

Ada kemungkinan percepatan dan pemberhentian Jend. Pol.Sutarman dari jabatan Kapolri sebelum bulan Oktober 2015 merupakan keinginan pihak-pihak tertentu. Bisa jadi pula kemungkinan Presiden tidak kuat menahan tekanan dari bawah apabila harus mengangkat Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai Kapolri. Yang jelas apa yang terjadi dan alasan sebenarnya hanya Presiden yang mengetahui. Apa pun alasannya dalam pengangkatan Plt Kapolri patut diduga ada ketentuan UU No.2 Thn 2002 yang diabaikan oleh Presiden.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline