Papua menyimpan beragam kisah yang menarik untuk dikupas. Keindahan alam yang aduhai, keragaman budaya yang membuat kita berdecak kagum, kearifan lokal masyarakatnya yang membuat kita terpesona, dan masih banyak lagi.
Matahari kala itu tampak bersemangat memancarkan sinarnya sewaktu kami yang berjumlah 23 orang hendak menuju ke salah satu daerah pesisir di Kabupaten Mimika tepatnya di Otakwa. Dari Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Mimika ada empat orang perwakilan diantaranya Ibu Silveria Wenehenubun, Ibu Anace Hombere, Pak Rizal Mallisa, Pak Jefri Pawara dan saya sendiri. Dari perwakilan ASDP Merauke dan KMP. Kokonao ada Pak Dian Lesmana, Mas Adit, Mas Pungki, dan seorang staf lagi. Sisanya adalah perwakilah dari staf Enviromental PT. Freeport Indonesia (PTFI). Adapun tujuan keberangkatan kami adalah survei alur sungai Timika-Otakwa dan survei rencana pembangunan dermaga di Otakwa, Distrik Mimika Barat Jauh.
Menggunakan tiga kendaraan, mobil kami melaju melewati Check Point dimana dilakukan pemeriksaan yang cukup ketat mengingat area ini merupakan wilayah kekuasaan PTFI. Sekitar 20 menit, kami menempuh perjalanan hingga sampai ke Cargo Dock, daerah Portsite , dimana kapal yang kami akan gunakan tengah bersandar.
Pihak PTFI melakukan briefing sejenak dan ditutup dengan dengan doa bersama Sekitar jam 10 pagi, kami berangkat menggunakan kapal Speed Kurnia Kaboro milik salah satu kontraktor ternama di Mimika. Perjalanan menuju ke daerah tujuan memakan waktu 2,5 jam. Pemandangan hutan mangrove, birunya lautan, dan kapal-kapal yang berlayar menjadi pemandangan menawan yang kami temui di sepanjang perjalanan.
Sambil menikmati eksotisnya pemandangan, rombongan ini tampak berdiskusi mengenai kelayakan daerah ini sebagai area yang akan digunakan sebagai jalur pelayaran kapal nantinya. Rencananya, daerah ini akan dilayari kapal yang ukurannya hampir mirip dengan kapal KMP.
Kokonao dengan ukuran 263 GT. Saya melihat tambak perbincanga serius diantara mereka. Sayup-sayup saya mendengar tentang permasalahan pasang surut air, pendangkalan, sedimentasi dan topografi wilayah ini yang hendak dikaji lebih lanjut kedepannya
Setelah selesai meninjau lokasi sekitar, kami menuju ke perkampungan. Nah, ini dia moment yang saya tunggu-tunggu. Saya punya mimpi untuk menjelajah daerah-daerah pedalaman/pesisir di Kabupaten ini.
Saya ingin melihat lebih dekat potret kehidupan masyarakatnya, bagaimana semangat hidup mereka ditengah keterbatasan wilayah, bagaimana mereka bertahan hidup di daerah yang terpencil. Otakwa adalah daerah pedalaman/pesisir ketiga yang sudah saya kunjungi setelah sebelumnya saya sudah mengunjungi daerah Keakwa (Baca di SINI ) dan Kokonao (baca di SINI)
Desa Ohotya menjadi tempat kapal kami bersandar. Sekedar informasi bahwa Otakwa adalah kampung kecil di pinggiran pantai selatan Kabupaten Mimika. Sebuah kampung para nelayan asli Papua dari Suku Kamoro. Otakwa terketak di sebelah tenggara sekitar 150 KM dari Timika.
Daerah ini terbagi dalam dua kampung yaitu kampung lama dan kampung baru (Kampung Ohotya). Kampung ini menjadi satu dari dua daerah di Kabupaten Mimika yang ditetapkan pemerintah sebagai kampung blok penghasil tinggi kelapa.
Oh ya, saya bertemu dengan teman baru di kampung ini. Dia adalah anak bungsu dari kepala Kampung Ohotya, Bapak Daniel Bipoaro. Bocah kecil yang sudah duduk di kelas 2 SD ini menjadi pemandu saya mengintari kampung ini. Berkatnya, saya bisa menjelajah situasi kampung dan memotret keadaan sekitar. Dia juga menjadi pelindung saya menghadapi galaknya anjing-anjing sekitar.
Saya berdecak kagum dengan kemegahan bangunan gereja Katolik Santo Lukas Stasi Ohotya dan bangunan sekolah YPPK Otakwa . Saya tak menyangka di daerah pesisir ini bisa berdiri kokoh gereja sebagus itu. Saya percaya keberadaan gereja ini punya pengaruh dalam meningkatkan ketakwaan dan keimanan masyarakat sekitar kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup saling mengasihi sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan tentram.