Lihat ke Halaman Asli

Berbohong dengan Kartu Lebaran

Diperbarui: 20 Juni 2018   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pribadi

Bisa tidak sih, saya yang bukan siapa-siapa, hanya orang biasa yang tidak punya kelebihan apa-apa, ditampilkan "mengkilap" di kartu ucapan selamat lebaran? "Bisa, Bro," jawab kawan lama saya, "Nanti malam kubikinkan."

Hari itu tanggal 12 Juni 2018 pukul 01.26 draft pertama dikirim lewat WA. Sudah sangat bagus sebenarnya, dan setelah proses koreksi beberapa kali (termasuk diskusi ornamen, apakah mau pakai gambar ketupat atau gambar petasan), eng-ing-eng, jadilah kartu lebaran itu pada pukul 01.42.

Di latar belakang tertulis #1439H KEMBALI FITRI dengan ornamen ketupat, lalu di depannya saya (iya, sayaaa), tersenyum simpul penuh percaya diri. Tangan kanan di pundak anak pertama, tangan kiri di pundak anak kedua, dan lengan kiri menempel di pundak istri tercinta. Wow, sangat "mengkilap" ini mah...

Besoknya, saya posting di grup WhattsApps dan Facebook. Abrakadabra....

Halaman FB saya yang tidak pernah ditengokin orang, tiba-tiba ramai dikasih jempol dan komentar. Sebagian besar bilang bahwa kartu lebaran itu sungguh keren. Sebagian lagi bilang itu potret keluarga bahagia, sudah mirip foto kampanye kandidat pilkada, potret pemimpin masa depan, sudah mirip pejabat eselon 3 (hadeuhhh...). Bahkan ada yang meminta izin memajangnya untuk iklan kopi.

Tentu saja, saya menolak jadi bintang iklan kopi. Cukuplah jadi pembeli kopi saja (untuk dibagi ke teman-teman yang suka kopi). Apalagi, kok kayaknya ada yang "salah" ya dengan kartu lebaran itu. Itu bukan wajah asli saya, itu wajah saya yang diedit, dibagusin pake aplikasi-entah-apa yang dipakai kawan saya...

Enggak apa-apa Mas, semua orang melakukannya. Apalagi di tahun politik seperti sekarang.

Betul juga sih, sepanjang jalan mudik kemarin bertebaran baliho dan spanduk ucapan selamat lebaran dari beberapa orang politisi. Semuanya tampil "mengkilap", dan pasti mereka menggunakan jasa desainer grafis untuk membuat penampilannya lebih baik dari aslinya. Semua orang sepertinya paham, baliho politisi bukanlah refleksi, melainkan representasi dari si politisi. Ia ditampilkan sesuai citra yang hendak dibangunnya.

 "But it's a pipe."//"No, it's not. It's a drawing of a pipe. Get it? All representations of a thing are inherently abstract. It's very clever." (John Green, The Fault in Our Stars)

Saya enggak bakat jadi politisi lah kalo begitu. Cukup jadi sarjana ilmu politik yang gemar membaca buku politik saja. Hahaha...

Mari kembali ke laptop...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline