Lihat ke Halaman Asli

Maksum Najibut

Diperbarui: 12 Agustus 2024   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Canva

"Maksum Najibut?" panggil satu penjaga.
Seorang berselempang putih dan berjanggut rapi dengan roman kharismatik maju mendekat:
" Syekh. H. Maksum Najibut" tegas pria dengan perawakan cukup tegap itu. Dia merapatkan diri dengan posisi menyamping di bahu kiri penjaga. Mendekatkan mulut ke telinga dia berujar:
"Hamba waliyullah."
Penjaga mengejutkan dagu ke atas. Dia lalu menggeleng sambil tersenyum.
"Ya. Ya. Ya..". Penjaga itu menatap langit sambil mendekap buku catatan di dadanya.
" Seperti yang pernah kami ragukan atas ciptaanmu. Mereka hanya perusak baik individu atau berkoloni." Penjaga menunduk, "Tapi semua atas maha rencanamu yang tak mungkin sebutir debu ini memahaminya kecuali atas izinmu."
"Jika suara itu untuk Tuhan, aku pun punya pertalian istimewa di sisinya" sergah Maksum.
"Benarkah?" tanya penjaga sangsi.
"Sebelum aku sampai di sini; akulah sang pencerah negeri. Puluhan mesjid ku bangun, ribuan santri ku ajar dan ayomi. Banyak di antara mereka itu yatim piatu; Maksum Najibutlah yang tarik mereka ke permukaan. Berikan mereka ilmu dan adab. Mereka menyebar terangkan pertiwi."
Maksum melangkah ke kanan dan ke kiri. Wajahnya lalu melihat ke belakang, cukup banyak antrean dari makhluk fakir kotor dan bernoda.
"Apakah kau sudah selesai?" tanya penjaga.
"Hei?!!! Aku tak suka mata itu!!! Turunkan karena itu bagian adab" kata Maksum mengajari.
"Semasaku dulu di Yaman, aku dibekali ilmu ragam rupa tentang agama. Budi pekertiku diakui. Masa dewasa aku putuskan hijrah. Ku tinggalkan pohon kurmaku untuk datang ke tanah singkong ini. Perlu kau tahu penjaga, tanpa kurangi rasa hormatku untukmu; aku telah ketahui isi dari catatan itu." Maksum membentangkan tangan dengan jumawa. "Dari yang masih dalam buaian hingga manula sebut namaku, Maksum Najibut; insyallah rahmat dan keselamatan untuk mereka."
Penjaga menyungging.
"Dalam buku ini, kau senang jika santri membasuh kakimu dan minum air dari basuhan itu."
Maksum tertawa.
"Ingat saat bahtera Nuh  diejek bahkan diberaki kaum jahilliyah. Tuhan turunkan bala berupa penyakit gatal kepada kaum laknat itu. Beragam obat telah diupayakan tapi nihil. Hingga salah satu dari mereka yang ingin berniat jahat kembali lalu tergelincir dan masuk ke dalam ruang kapal yang kotor.  Kun Fayakun!!! Sembuh orang itu. Maka berbondong-bondong musrikin itu mengambil kotoran untuk obat. Sampai bersih,air bekas lap kotoran itu pun masih mengandung mukjizat."
"Pertaliannya?"
"Dengarkan aku. Jangan kau potong, wahai zat tanpa nafsu!" hardik Maksum. Dia lalu berdiri sejajar dengan orang di belakangnya.
"Manusia perlu yang namanya perantara suci  tentang apa yang ia munajatkan. Akulah orang itu hei penjaga. Maksum wali mereka. Maksum yang akan jadi gawang neraka untuk kaumnya. Maksum yang disayang Tuhannya. Atas seizinnya juga, bisa ku pindahkan telaga zam-zam ke negeriku untuk ku sirami pohon singkong itu!"
Penjaga menepuk tangannya.
"Jelaskan kepadaku sekarang, hei wali mulia. Apa pendapatmu tentang politik di tanahmu sekarang?"
Maksum terkekeh dengan kacak pinggang.
"Aku orang yang antar pikiran jernih ke otak mereka. Sedikit perselisihan dan pertengkaran kadang diperlukan untuk sampai pada kebenaran."
"Kau buat rakyatmu pecah belah, Tuan!"
"Apa beda saat Harun ditinggal Musa dan Bani Israel belah menjadi dua. Semua itu turunan dan biasa. Simpel saja, penjaga. Ketegasan dan kematangan beriman mereka yang goyang pasti akan terjerumus. Yang kokoh dia akan setia ikuti jejakku!"
"Waooo!! Optimis sekali." Penjaga bergeser dari tepian pintu. "Firdaus ini kurasa cocok untukmu."
Penjaga kembali ke tengah pintu. "Tapi sayang, Tuhanmu tak restui itu" kata Penjaga tersenyum dingin dan beku.
Maksum kaget bukan kepalang.
"Apa dosaku!!!! Apa yang kurang dari dermaku!!! Aku perjuangkan separuh hidupku untuk jalan ini!!! Apa yang salah!!!" Maksum berlari hendak terobos masuk. Tiba-tiba dari bawah keluarlah 4 roll rantai yang langsung melilit tubuh Maksum untuk amblas ke kerak neraka.
Maksum berteriak.
Brakkkk!!!!Bukkk!!!! Tubuh Maksum Najibut terhempas dan menghujam lantai batu. Sesosok tubuh besar warna merah mendekatinya. Di belakang makhluk bertanduk itu kobaran api menjilat-jilat dengan aura panas bercampur pekik manusia.
"Jangan mendekat! Jangan mendekat ku mohon"  pinta Maksum mengemis ketakutan.
"Maksum Najibut!!!! Sang gawang neraka. Selamat datang!!!!!!" Makhluk besar  itu menyeringai memperlihatkan gigi-gigi tajamnya. "Aku sudah menunggu lama!!" lanjut Makhluk itu dengan memegang rantai yang membelit kedua kaki Maksum.
Sekujur tubuh Maksum bergetar. Saking dahsyatnya kengerian di hadapannya itu, Maksum Najibut menggelepar seperti cacing terpanggang batu.
"Tapi hari ini keberuntunganmu. Kau belum pantas untuk ini!"  Makhluk itu lalu menarik tali dan memutarkannya kencang. Rantai terlepas, Maksum terlempar.
*
"Sruppppp!!!!!!!! Kopi kang?" tawar Solihin.
"Yah. Makasih!" jawab Sarman. "Malam ini benar-benar tak masuk akal bagiku. Seumur-umur baru ini aku alami" lanjutnya dengan mimik penuh keheranan.
"Ya, Kang. Aku juga sama."
Kedua penggali kubur itu lalu beralih menatap Maksum Najibut yang sedang berselonjor sambil ramai dikerubuti warga.
"Alhmdulillah, Abiiii kamu hidup lagi. Allah masih kasih kesempatan!!" seru sang istri yang menangis sambil memeluk.
"Hebat!!! Tiga hari dikubur hidup lagi!!!!"
"Wali memang begitu!!!!"
"Luar biasa!!!"
Sanjungan dan kekaguman bertumpah ruah dari mulut warga yang menggerubung.
Maksum dilanda bingung yang begitu hebat. Tiga hari???? Tiga hari darimana? Bahkan setengah hari saja belum aku di sana, gumamnya dalam hati.
Sesaat kemudian mulut Maksum terasa kering. Ia pun meminta air kepada istrinya.
"Hah??? Apa Bi? Pelan-pelan. Abi ngomong apa?" jawab sang istri keheranan. Merasa tak mendengar perkataan darinya, Maksum Najibut mengulang lagi.
"Apa, Abi...... Kenapa begitu. Abi ngomong apa..??"
Maksum Najibut bingung bukan kepalang. Ia pandang istrinya. Tapi matanya kalah beradu oleh puluhan pasang mata warga yang menatapnya dengan penuh keganjilan.

*******Selesai******

Bionarasi


Heri Haliling merupakan nama pena dari Heri Surahman. Dia lahir di Kapuas, 17-08-1990. Heri Haliling merupakan guru di SMAN 2 Jorong dan  penulis aktif, karya-karyanya antara lain:
1. Novlet Rumah Remah Remang (J-Maestro, 2024)
2. Novel Perempuan Penjemput Subuh (Juara 2 Sayembara Novel Guru dan Dosen; Aksara Pustaka Media, 2024)
3. Cerpen Bukan Dia, Romeomu terbit di Radar Utara dan Juara Favorit 3 Sayembara Cerpen Buncha Publisher 2024
4. Cerpen Sekuntum Mawar dengan Tangkai yang Patah, juara lomba cerpen Guru dan Dosen; Sediksi Publisher 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline