Lihat ke Halaman Asli

Nasionalisme Pasang Surut

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nasionalisme, bukan kata yang asing. Kata ini akan sangat populer menjelang ulang tahun hari kemerdekaan atau hari kebangkitan nasional. Apa sih nasionalisme, ada banyak pengertian tentang kata tersebut tapi kata kuncinya adalah “nation” yang berarti bangsa. Singkatnya nasionalisme adalah faham kebangsaan, faham atau ideologi yang menginginkan setiap individu dalam masyarakat merasakan adanya satu ikatan yang kuat, satu identitas yang nyata sebagai sebuah bangsa. Nasionalisme juga seringkali diidentikkan dengan peristiwa heroik perjuangan para pahlawan. Beberapa pertanyaan yang selalu mengusik logika, apakah nasionalisme hanya ada pada masa revolusi, apakah nasionalisme hanya milik para pahlawan, apakah nasionalisme hanya diperlukan pada masa revolusi, apakah nasionalisme tidak relevan lagi di masa sekarang, apakah nasionalisme kita sudah benar-benar mantap. Seringkali rasa kebangsaan kita baru muncul apabila ada peristiwa-peristiwa memalukan atau merendahkan nama Indonesia tapi kemudian hilang begitu saja setelah semuanya damai, kembali muncul ketika kejadian serupa terjadi dan tidak berapa lama kemudian kembali sirna.

Menengok Kembali Sejarah Nasionalisme

Nasionalisme merupakan jawaban dari tirani bangsa asing atas kehidupan masyarakat pada abad ke - 19 sampai dengan awal abad ke – 20. Dalam bukunya Robert Edwar Elson menyebutkan bahwa pertumbuhan identitas pribumi di Hindia (Indonesia), dirangsang walau bukan ciciptakan oleh imperialisme Belanda. Pendapat ini bukan tanpa alasan, karena dalam fakta sejarah sebelum kedatangan dan kemudian penguasaan bangsa asing, terutama Belanda, Nusantara kita adalah kumpulan kepulauan yang didalamnya terdapat banyak negara-negara tradisional yang berdiri sendiri, bahkan cenderung saling bermusuhan.

Pada masa dua kerajaan besar yaitu Majapahit dan Sriwijaya memang ada ide penyatuan wilayah di bawah satu pemerintahan yang kemudian dikenal dengan istilah Negara Nusantara I dan II tapi ini bukanlah Indonesia, hal ini karena ; pertama, penyatuan yang dilakukan mutlak didasari semangat hegamoni bukan persatuan, hal ini dicirikan dengan banyaknya penaklukan-penaklukan yang dilakukan, kedua, pada kedua masa tersebut memang tidak ada konsep Indonesia yang mengatasi beragam perbedaan ras, warna kulit, suku, dan sejumlah perbedaan lainnya akan tetapi hanya sebatas pembentukan sebuah kekuasaan politik.

Indonesia sendiri dari sisi istilah baru ada pada abad ke- 19 lebih tepatnya pada 1850 ketika seorang pelancong dan pengamat sosial asal Inggris, George Samuel Winsor Earl menggunakan kata “Indu-nesians” dalam tulisannya. Ini pun bukan berarti dengan sendirinya bangsa Indonesia terbentuk secara otomatis setelah nama Indonesia muncul. Semangat nasionalisme Indonesia dimulai justru ketika munculnya golongan terpelajar yang menyadari betapa pentingnya rasa identitas bersama sebagai landasan untuk melawan praktik kolonialisme dan imperialisme bangsa asing. Senada dengan hal tersebut, penulis menilai bahwa organisasi yang mempunyai semangat nasionalisme pertama kali adalah Sarikat Islam (SI) bukan Budi Utomo (BU), alasannya sederhana, meskipun Budi Utomo adalah organisasi pergerakan pertama akan tetapi Budi Utomo bukanlah organisasi lintas etnis, dengan kata lain sebenarnya Budi Utomo masih terjebak pada semangat eksklusivitas Jawa. Sedangkan Sarikat Islam pada masa itu sudah membuka diri untuk bangsa-bangsa di luar Jawa, meskipun sifatnya juga masih terbatas yaitu hanya pada kaum Muslim.

Insulinde, sang gadis cantik yang tertidur, telah terbangun. Ketika masih setengah terbangun, ia bangkit dari tempat tidurnya, yang beratapkan daun kelapa dan bambu, serta menaungi matanya dari silau cahaya matahari dengan tangan”, adalah perumpamaan yang dipakai oleh tokoh Politik Etis Conrad Theodore van Deventer untuk menggambarkan bagaimana semangat kebangsaan itu muncul sebagai sebuah bangsa baru yang dipaksa untuk menghadapi beratnya perjuangan untuk memiliki identitas bersama sebagai sebuah bangsa yang kemudian disebut Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya semangat nasionalisme kebangsaan Indonesia ini memang selalu mengalami pasang surut, semangat itu akan selalu muncul manakala bangsa kita berhadapan dengan bangsa lain, akan tetapi akan lenyap tanpa jejak ketika kita saling berhadap-hadapan dengan bangsa sendiri. Contoh nyatanya nasionalisme kita begitu kuat ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia atau yang lebih kekinian ketika kita rebutan Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia, atau yang lebih simpel ketika tim Bulutangkis kita berhadapan dengan tim Cina atau Malaysia. Akan tetapi kemanakah nasionalisme kita ketika terjadi konflik Foso, dan bahkan konflik Pilkada yang baru saja terjadi di beberapa daerah. Ada banyak sekali konflik vertikal maupun horizontal yang menandakan bahwa roh nasionalisme kita telah pergi dari raga Indonesia.

Nasionalisme Masa Kini

Keadaan tentu telah berbeda, dulu dan sekarang, era revolusi dan reformasi tentu tidak sama, akan tetapi ada satu hal yang harus dipahami dalam perjalanan bangasa ini. Bahwa nasionalisme kapanpun dan dimanapun mutlak harus tetap hidup, kalau dulu nasionalisme kita adalah senjata mencapai identitas Indonesia, sekarang nasionalisme kebangsaan Indonesia adalah kendaraan untuk mencapai cita-cita menjadi bangsa yang beradab yang tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Ada banyak cara untuk menunjukkan rasa nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia, semisal selalu taat pada hukum, disiplin, membayar pajak, menjadi generasi yang berprestasi, dan puluhan bahkan ratusan cara lainnya untuk menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa beradab, dan bermartabat.

Dengan semangat kemerdekaan, siapapun kita, apapun profesi kita, bagaimanapun pandangan kita janganlah kita mempermalukan bangsa sendiri dengan budaya-budaya tidak bertanggung jawab. Perjuangan untuk mewujudkan nasionalisme bangsa Indonesia seutuhnya belumlah berakhir, sekaranglah saatnya untuk membuat gadis cantik “Insulinde” itu benar-benar terbangun dengan semangat untuk menjadi dirinya sendiri dan menjalani hari dengan kemampuan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline