Lihat ke Halaman Asli

Bekerja Untuk Dunia dan Beramal Untuk Akherat

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu kali Kiai Hasyim berdialog dengan seorang jamaah masjid bernama Sumarno seorang karyawan swasta. Sumarno sangat giat dan getol menjalani pekerjaannya sampai-sampai tak kenal siang maupun malam. Sebelumnya Kiai Hasyim, Imam masjid di lingkungan tempat tinggalnya masih sering menjumpai Sumarno sholat berjamaah di masjid, tapi kini sudah lama tak melihat batang hidung Sumarno di setiap sholat subuh.

Sampai pada suatu saat di Minggu subuh, Sumarno kembali muncul di masjid dan bertemu Kiai Hasyim. Kiai Hasyim lalu menyapa Sumarno.

"Mas Marno, ke mana saja kok jarang kelihatan ?" sapa Kiai dengan senyum khasnya, senyum yang sangat teduh tapi berwibawa.

"Anu, pa Kiai. Saya lagi banyak pekerjaan di kantor, sehingga sering pulang larut. Jadi saya kadang suka kesiangan kalo mau ikut berjamaah di masjid." jawab Sumarno jujur dan dengan logat Jawa yang masih kental.

"Wah.. hebat kamu. Pekerja keras yang gigih mencari nafkah. " Kiai menepuk pundak Sumarno, hingga membuatnya tersenyum malu.

"Tapi Marno, kenapa kamu tidak serajin dulu lagi. Bukankah akherat itu juga penting, bahkan lebih penting karena kita akan pulang ke negeri akherat untuk selamanya." Kiai Hasyim mengingatkan.

"Tapi pak Kiai, saya pernah mendengar sebuah hadits, bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akheratmu seakan-akan kamu akan mati besuk. Dan saya pun giat bekerja siang malam, karena terinspirasi oleh hadits ini. Dan saya pun tetap sholat lima waktu meskipun saya akui memang sering telat dan jarang berjamaah karena sering kerja lembur sampai malam." Sumarno menjelaskan dalil kepada Kiai guna meyakinkan dan berharap Kiai Hasyim maklum dan mengiyakan alasannya tak pernah nampak di masjid.

"Hehehehe....Sumarno, sumarno." Kiai Hasyim tertawa kecil sambil sedikit menarik bahu Sumarno dan diajaknya duduk lebih dekat.

"Begini Sumarno. Jangan disalahartikan hadits itu sedemikian rupa. Coba kita berpikir sederhana saja ya. Jika kamu dihadapkan pada dua pekerjaan. Yang satu deadlinenya besuk, dan yang satunya deadlinenya tak terbatas alias bisa kapan aja, kira-kira mana yang akan kamu kerjakan duluan?"

Sumarno berpikir dalam-dalam setelah mendengar penafsiran kalimat dari Kiai Hasyim. Baru kali ini ia mendengar penafsiran yang sangat sederhana dan mudah dipahami. Tak banyak kalimat yang digunakan Kiai Hasyim, tapi cukup membuatnya merubah cara berpikirnya hingga perlahan mengiyakan dengan anggukan. Sumarno mulai paham terhadap apa yang tidak pas dan bijak terhadap pembagian waktu yang dia jalani selama ini.

Akhirnya, dengan hati puas Sumarno pulang setelah bersalaman dan mencium tangan Kiai Hasyim dengan penuh takzim. Hari-hari berikutnya, di setiap subuh Sumarno selalu nampak di masjid.

"Syukron Kiai", bisiknya.

Jakarta, 10 Oktober 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline