Lihat ke Halaman Asli

Kalimat Sakti di Negeri Antah Berantah: "Saya Tidak Mau Intervensi"

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di sebuah negari antah berantah tersebutlah kisah.  Pemimpinnya selalu pandai bersilat lidah meskipun sudah banyak rakyatnya gerah, juga para kawula alit merasa gundah dan resah. Mereka merasa tak mendapat perlindungan hukum dari pemerintah.

Setiap kali rakyat berkeluh kesah karena diperlakukan tidak adil oleh oknum yang selalu berulah,  sang pemimpin selalu cepat berkilah :

"Saya tidak ingin mengintervensi, biarkan hukum ditegakkan oleh lembaga yang berwenang " ujarnya tanpa merasa bersalah, tapi malah terkesan santun dan ramah. Itu katanya yang sering mendapat upah agar bisa tertutupi dosa dan salah.

Juga ketika sebuah budaya tradisionalnya diakui oleh negeri lain sebagai milik negeri itu, sang pemimpinpun merasa tak perlu pusing. "Wong sudah ada yang ngurusi, masa raja ngurusi tari-tarian, saya tidak mau intervensi. " ( tidak mau apa tidak berani ya.. susah membedakannya ).

Juga saat daerah kekuasaannya dikorek-korek oleh negeri kecil, sang pemimpin malah berkirim-kiriman surat cinta . "Wahai Tuan Raja, mari kita hidup rukun saja. Saya adalah raja yang cinta damai. Aku tak suka perang, mari kita bercinta saja."  Hebat nian pemimpin negeri itu. Pantas seorang penyanyi negara digdaya di zamannya bernama Yustina Beber pernah mengatakan bahwa negeri itu adalah negeri antah berantah, tak pernah dikenal dan diingatnya. Padahal dia pernah singgah di negeri itu. Ironis bukan ?

Setiap kejadian yang maha genting, sang pemimpin selalu mempunyai senjata andalan : "Saya tidak mau intervensi, karena saya adalah pemimpin yang taat hukum. Jangan paksa saya."

Bah, sungguh kasihan rakyat negeri itu. Apa yang bisa diharapkan dari pemimpin tanpa karakter seperti itu. Demikianlah cerita singkat tentang pemimpin yang laksana raja hutan yang tak bisa mengaum dan berlindung di balik taat hukum dan anti intervensi. Padahal di negeri yang mulai ganas dan sangat tidak aman itu, diperlukan pemimpin berkarakter dan berwibawa.

#Jakarta, 18 Juni 2012

catatan : cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan tokoh dan karakter, itu akibat dari imajinasi pembaca sendiri yang mungkin sudah kecapekan menderita.  salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline