Lihat ke Halaman Asli

[KALAM] Keutamaan Rejeki yang Barokah

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13315171061041640574

Mengapa rejeki harus barokah ? Sebuah pertanyaan yang mendorong jamaah pengajian KALAM di lingkungan penulis memilih tema "Keutamaan Rejeki Yang Barokah"

Rejeki menurut kebanyakan dari kita adalah sesuatu yang kita peroleh dan dapatkan dengan wujud lahiriah saja, yaitu materi. Bisa uang, mobil, tanah dan lain-lain. Namun menurut pemaparan ustadz yang memberikan kajian tadi malam, bahwa rejeki itu ada 2 yaitu yang lahir dan yang tak nampak secara lahir. Rejeki yang tak nampak secara lahir itu contohnya, kesehatan, dikaruniai anak yang cerdas, diberikan kekuatan untuk selalu taat, beriman dan kesanggupan untuk beramal shalih. Yang terakhir ini adalah justru rejeki yang tak ternilai harganya.

Bahwa dalam mencari rejeki, dalam Islam yang diutamakan itu adalah barokahnya, bukan kuantitas ataupun banyaknya. Walaupun idealnya adalah rejekinya barokah dan secara  kuantitas juga lebih banyak. Namun jika kondisi mengharuskan untuk memilih rejeki sedikit tapi barokah dibanding rejeki yang banyak tapi tidak barokah karena menempuh cara-cara haram dalam memperolehnya, maka yang sedikit namun barokahlah yang selayaknya dan lebih utama dipilih. Selain lebih utama, maka rejeki yang barokah akan menyelamatkan kehidupan di dunia dan akherat.

Untuk rejeki yang berbentuk lahir, yang barokah itu adalah apabila wujudnya halal , dicari dengan cara yang halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfaat untuk kemaslahatan atau kebaikan hidup manusia lainnya. Banyak dari kita yang tak memperdulikan dari mana harta kita peroleh, apakah lewat jalan yang dilarang atau bukan, sering kali tak dipedulikan. Padahal rejeki yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh agama, itu akan mengundang kekotoran rejeki yang kita peroleh, dan otomatis akan menjadi rejeki yang tidak barokah. Rejeki yang tidak barokah tidak akan membuahkan kebaikan dan tak akan memiliki manfaat.

Jika rejeki yang diperoleh dengan cara tidak halal, maka akan banyak berakibat negatif seperti : 1. Otomatis jauh dari nilai barokah ( tidak ada keberkahan di dalamnya ) 2. Doa tidak diijabah ( dikabulkan ) 3. Sedekah tidak diterima Sedangkan rejeki yang halal niscaya akan memperoleh akibat yang sebaliknya, yakni keberkahan yang selalu menyertai hidup, doa-doa mudah dikabulkan, dan sedekah amaliah pun mudah diterima. Itulah betapa perlunya kepedulian sebagai umat beragama untuk mengutamakan keberkahan setiap rejeki yang diperoleh dibandingkan besarnya kwantitas yang dihasilkan, meskipun tidak menafikkan bahwa tetap lebih baik rejeki yang besar, namun keberkahan rejeki tetaplah menjadi prioritas untuk manusia yang beriman.

Makanya ada do'a yang mengajarkan agar mencari rejeki yang halal dan baik. "Allahumma innii as'aluka 'ilman naafi'an wa rizqan thayyiban wa 'amalan mutaqabbalan." Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang berguna, rejeki yang baik dan amal yang diterima.

13314852491083812214

Itulah sedikit catatan pengajian ringan dan penuh keakraban. Enaknya, selesai ngaji kita makan coto Makassar, karena kebetulah tuan rumah berasal dari Makassar. Alhamdulillah, semoga menjadi rejeki yang barokah. Amin.

***

Depok, 11 Maret 2012, kediaman rumah pak Susanto Bachtiar Blok E13 No.9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline