Kali ini saya akan membahas suatu kejadian yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang ada di Papua. Saya memberanikan diri untuk menulis artikel ini karena supaya ada perhatian dari pemerintah setempat, teristimewa para pihak keamanan (Polisi dan TNI) yang sedang berada di perbatasan untuk menindak para kaum muda yang berada di Papua agar tidak meminta uang di jalan raya kalau ada pengendara motor atau mobil yang sedang melintas dengan dalih bahwa ada perbaikan jalan.
Tepatnya bulan February lalu, saya berlibur di Papua selama 2 bulan untuk mengunjungi sang istri dan para sanak keluarga di sana. Saya sangat kagum akan keindahan bumi cendrawasih ini yang mana kaya akan hasil alam, budaya dan keindahan alamnya. Semenjak itu, saya berpikir bahwa sebenarnya surga di Indonesia itu ada di Papua karena alamnya yang sangat memukau. Selain itu, tutur kata dalam berbicara sangat sopan dan memakai ejaan bahasa Indonesia yang sangat bagus & sempurna ketika bertemu dengan masyarakat Papua.
Saya sangat menyukai akan hasil pertanian dari Papua, seperti: sayur - mayur yang sangat segar, buah - buahan yang sangat manis dan enak, talas, ubi jalar & singkong yang besar - besar dan hasil perikanan, seperti: ikan nila, gabus & mujairnya yang sangat enak, besar dan segar - segar. Makanan yang istimewa buat saya di Papua adalah papeda', yang mana hampir 2 kali dalam seminggu saya membuat papeda' dari sagu bersama dengan istri, kerabat dan teman - teman.
Seperti yang diketahui bahwa papeda ini juga merupakan makanan yang khas dan pokok kami di Sulawesi Selatan setelah beras, sehingga tidak heran saya sangat suka makan papeda' karena sudah menjadi menu utama dalam kehidupan kami sehari - hari dan bisa menjadi makanan pemersatu antara teman - teman, keluarga dan para tetangga tentunya.
Ada keanekaragaman suku di Papua, seperti: Jawa, Bugis, Makassar, Batak, Toraja, Manado, Flores, Kupang, Ambon, keturunan Tionghoa, dan lain - lain yang menhiasi berbagai kota di Papua. Sungguh sangat berwarna - warni keberadaan suku di sana yang membuat Papua semakin multicultural dan membuat setiap sudut kotanya semakin berbeda dan bersatu. Dari keanekaragaman suku disana, sudah ada kawin campur antar berbagai pendatang (perantau) dengan suku asli Papua sendiri sehingga menghasilkan suatu perpaduan yang sangat unik dan eksotis dari roman muka, bentuk tubuh, rambut dan kulit.
Kedatangan para pendatang (perantau) dari berbagai daerah di Indonesia ke Papua dengan maksud untuk mencari pekerjaan dan menjalankan sebuah usaha. Kebanyakan para perantau bekerja di instanti pemerintahan (ASN), Polisi, TNI dan sebahagian lagi menjalankaan bisnis di berbagai sektor, seperti: perdagangan, perkebunan, peternakan, pertanian, konstruksi dan lain - lain. Boleh dikata, kedatangan mereka di bumi cendrawasih ini telah mendorong dan menjalankan roda perekonomian di sana, serta menciptakan berbagai lapangan pekerjaan yang ada.
Karena masih banyak wilayah di Papua yang cukup terisolir (remote area) dan harus ditempuh dengan pesawat, sehingga menjadikan barang - barang kebutuhan utama menjadi sangat mahal dan langka. Hal ini disebabkan oleh sarana transportasi dan fasilitas yang belum memadai, sehingga kebanyakan masalah logistik barang ke daerah pedalaman harus menempuh jalur darat yang cukup lama. Sementara itu, pembangunan jalan raya yang menghubungkan setiap kabupaten sementara dalam pengerjaan, hanya saja kadang berhenti karena masalah keamanan dan pembebasan lahan adat dari berbagai suku di Papua.
Ada suatu masalah yang harus betul ditangani secara serius oleh pemerintah beserta dengan aparat keamanan di Papua, yaitu memberantas aksi minta - minta uang (palang jalan) di jalan raya oleh sekelompok anak muda dengan meminta uang kepada setiap pengendara motor dan mobil. Mereka beralasan bahwa sebagai upah mereka ketika gotong royong membersihkan jalan.
Secara nyata saya melihat bahwa apa yang mereka lakukan itu hanya sebagai cara untuk mengelabui para pengendara kendaraan untuk mendapatkan uang. Ketika musim hujan tiba, sekelompok anak muda tersebut menebang pohon di jalan secara sengaja untuk dijadikan cara agar bisa mendapatkan uang untuk dibersihkan.
Pada dasarnya, ini adalah tindakan yang sangat tidak masuk akal dan sudah bisa dikategorikan sebagai pemalakan. Kadangkala mereka meminta secara paksa dan melakukan tindakan pemukulan bilamana tak diberikan uang kepada mereka. Uang yang mereka minta itu hanya digunakan untuk membeli minuman keras dan mabuk - mabukan.
Saya berani menulis artikel ini karena saya sudah melihat buktinya sendiri. Kala itu saya dan teman mengunjungi keluarga di daerah pedalaman di Nimbokrang - Papua, kira - kira 2 jam naik motor dari kota Sentani. Dalam perjalanan, kami melewati 2 kali perhentian oleh sekelompk anak muda yang lagi pura - pura bersihkan jalan dan memotong kayu yang jatuh di tengah jalan raya. Kami harus memberikan uang dengan nominal antara 2000 - 5000 rupiah.