Lihat ke Halaman Asli

Cerita Tanjung Panto-Binuangeun

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada jaman dahulu kala. Alkisah ada seorang ibu yang sangat sabar, tabah, taat beribadah. Tak pernah sewaktupun shalat ia tinggalkan itulah ibu salehah namanya. Walaupun suaminya, pak sabar seorang nelayan penghasilan yang tak

Seberapa selalu ia syukuri kadang kala suaminya pulang dengan tangan hampa , namun sikap istrinya tidak berubah

Istrinya selalu ikhlas menerima kenyataan bahkan istrinya pun rela menjadi pembantu tukang cuci di rumah tetangganya. Pagi-pagi buta pak saleh sudah turun ke laut,

Walaupun dengan perahu kecil dan alat pancing sederhana setelah salat subuh pak saleh lalu mempersiapkan bekal seadanya timbel nasi yang sudah ibu solehah

Di persiapkan di masukan ke kampek kantong tempat nasi hanya sebungkus garam dan sambal saja teman nasinya alhamdulilah pada siang itu pak sabar membawa hasil yang mencekil, perahu kecilnya penuh dengan ikan dan ikan itu di jual ke tangkulak di lelang.Hari berganti hari, bulan berganti bulan musimpun berganti ke adaan cuaca laut tidak baik sehingga pak sabar tidak bisa melaut.

Pak sabar tidak punya lagi bekal hidup, utang ke tetangganya sudah banyak.

Karena merasa kebingungan dengan desakan kebutuhan, pak sabar memaksakan

Diri turun ke laut dengan membawa alat sederhana yang bisa pak sabar gunakan

Di tengah laut pak sabar sudah berpindah- pindah tempat, sudah ke tengah namun ikan tak dapat juga untung tak dapat di raih, malang tak dapat di cegah tiba – tiba ombak membesar , angin kencang menerpa, perahu pak sabar oleng tidak terarah.

Perahu pak sabar terbawa arus entah kemana. Hari berganti hari dan bulan berganti bulan, pak sabar tak kunjung pulang tinggalah bu solihah. Setiap saat ia duduk terpenung selongah didepan pintu rumahnya yang tak pernah ditutup.

Bu solihah yang rumahnya ditepi Tanjung, tak pernah merasa kehilangan pak sabar. Setiap malam pintunya selalu dibuka sehingga suatu saat ibu solihah dengan pakaian sulatnya, terbujur kaku di depan pintu rumahnya di Tanjung Panto. Itulah hingga sekarang disana di Binuangeun di muaranya dinamakan Tanjung Panto.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline