Lihat ke Halaman Asli

Obral Moral Kolonial

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

tetangga depan kayaknya lupa menutup korden jendela kamarnya, astaga apa betul dia lupa atau belagak lupa? padahal dia tau pemandangan gratis striptis itu bikin salah satu penonton lupa dengan masakannya yang di atas kompor, hanguslah sudah gulai kambing anti kolesterol. ini namanya pengalihan perhatian yang sangat berbahaya efeknya.

begitulah awal cerita suka duka tinggal di kota yang letaknya di bawah permukaan laut, bangunan antik yang saling berdempetan, ada juga gedung yang sudah miring karena fondasinya melorot, maklum dulunya daerah rawa.

dengarlah gema swara roda trem bagai nadanya kehidupan, panjangnya jalan trem meliuk-liuk melintasi perumahan dan pelabuhan kapal pesiar, dan jagan lupa daerah "rumah kaca" di zeedijk sebagai pelengkap kenikmatan dunia.

sisi lain dari kotanya voc adalah kanal-kanalnya yang dibangun di atas keringat darahnya petani di jawa yang kerja rodi di zaman tanam paksa. di bangunan artistik megah itu seperti ironinya kekejaman kolonial yang tak bisa dibayangkan oleh akal sehat.

dari balik keindahan ada sesuatu pertanyaan pada alam, manusia adalah bagian dari natur, naturisme itu kemauan hati yang melawan "moral", sedangkan pembangkangan manusia terhadap aturan sudah setua usia dunia, begitulah, apakah "obral" badan juga bagian dari hak asasi manusia?

amsterdam, 4 januari 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline