Lihat ke Halaman Asli

Sama-sama Tak Mau Menerima Hukuman, Kelakuan SinemArt Tak Ubahnya "Anak Sekolahan"

Diperbarui: 9 November 2017   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sctv.co.id

Nasib SinemArt benar-benar telah mencapai puncaknya. Setelah dua kali kalah di pengadilan, ditambah tak dihiraukan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, pihak SinemArt mungkin saat ini sedang bersemedi di Goa, hilang tanpa kabar dan tuntutan ganti rugi kepada pihak RCTI seakan tak mau dibayar.

Langkah sinemArt yang ngaret bayar ganti rugi dan tak kunjung mematuhi hukukam yang diberikan PN Jakbar tentu sangat disayangkan. Padahal, sinemArt bukanlah rumah produksi sembarangan. Rumah produksi yang satu ini bisa dibilang merupakan salah satu rumah produksi yang cukup sukses dibanding rumah produksi lainnya.

Pendirinya pun juga bukan sembarang orang. Dia adalah Leo Sutanto, pria paruh baya yang sudah malang melintang bergelut di dunia perfilman. Dia tak hanya mendirikan SinemArt, Prima Entertainment dan Indika Entertainment juga termasuk rumah produksi yang ia dirikan.

Lagi-lagi, sungguh sangat disayangkan. Setelah beberapa kali menyalahkan pihak RCTI, mengaku pindah ke SCTV karena telah sesuai kontrak, kini giliran Hakim PN Jakbar yang disalahkan oleh pihak SinemArt. Harry Ponto, selaku kuasa hukum pihak SinemArt, merengek dan melaporkan sang hakim ke Komisi Yudisial. Tak digubris di Komisi Yudisial, Harry Ponto tetap menyalahkan sang hakim dan lagi-lagi merengek ke Mahkamah Agung.

Padahal, kalau saja hukuman yang diberikan pengadilan Jakarta Barat satu persatu dipenuhi, SinemArt akan cepat tenang, beban satu per satu akan hilang. SinemArt bisa kembali fokus memproduksi film dan kembali menghibur masyarakat Indonesia.

Namun, hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pihak SinemArt. Bukan mematuhi hukuman yang diberikan PN Jakbar, tapi malah merengek kemana-mana, menyalahkan sang hakim yang sudah memutuskan suatu perkara dengan seadil-adilnya.

Tindakan SinemArt yang seolah tak mau menerima hukuman, sangat mirip dengan perilaku "anak sekolahan." Sudah tau telat masuk kelas, sudah tau telat upacara hari senin, tapi tak mau dihukum oleh Pak Guru BK. Parahnya, si "anak sekolahan" tersebut malah merengek ke orang tuanya dengan menyalahkan guru BK-nya.

Begitu juga dengan apa yang dilakukan oleh pihak SinemArt. Sudah tau tak pernah hadir di persidangan, sudah tau kalah berkali-kali di pengadilan, masih tak mau menerima hukuman. Parahnya, SinemArt malah merengek ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dengan menyalahkan sang hakim. Percis kelakuan "Anak Sekolahan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline