Bila dicermati, banyaknya barbershop yang bermunculan di sekitar kita, setidaknya di tempat saya tinggal menjadi satu hal yang menarik. Keberadaan barbershop dengan penampilan yang lebih keren dibanding tukang cukur biasa atau tukang cukur di bawah pohon beringin, menjadi daya tarik tersendiri.
Sepertinya, ini fakta pada diri saya. Saya tetap memilih tukang cukur alias tukang pangkas rambut biasa. Untuk merapikan rambut, Pak No, nama Pemangkas Rambut langgannya saya yang membuka outletnya di dekat Pom bensin, Kelurahan Setono, Kota Pekalongan cukup butuh waktu tidak lebih dari 5 menit. Bayangkan!
Dengan waktu sesingkat tersebut, rambut saya yang kurang rapi, menjadi rapi. Jeda pangkas rambut paling lama 2 bulan saya kembali ke Pak No. Bahkan bila ada momen tertentu, bisa satu bulan saya merapikan rambut, dengan uang jasa tidak lebih dari Rp. 10.000. Sebuah angka yang sangat murah dan familiar.
Mengapa demikian?Bisa dikatakan saya adalah pelanggan lama Pak No. Sejak era 2000 an, saya sudah mengenal cara, ciri dan kebiasaan pemangkas rambut tersebut. Saat melaksanakan perapian rambut, pasti ada saja cerita darinya. Ini yang kadang membuat durasi 5 sampai 10 menit tidak terasa.
"Biasa Pak No, rapikan raja, jangan potong habis. "
Begitu ucap saya.
" Siap Bos. "
Begitu balas Pak No dengan nada canda dan ekspresi wajahnya yang menyertai senyum.
Di sekitaran Pak No buka jasa pangkas rambut sudah berdiri beberapa barbershop. Namun ini tidak menggoyahkan pelanggan setia Pak No seperti saya ini.
"Dengan banyaknya barbershop, ada pengaruhnya ndak Pak No?" Tanya saya sembari membiarkan rambut saya dipangkias Pak No. Tangannya dengan cekatan gunting dan sisir.