Wisata Halal? Menjadi pembahasan yang menarik tentunya. Kota Pekalongan dalam beberapa tahun terakhir terlihat sudah mulai mengemasnya. Hal ini didasarkan pada fakta ada beberapa titik destinasi wisata halal. Barangkali istilah wisata halal ini, bila diterapkan di Kota Pekalongan lebih tepat dengan wisata relegi.
Titik destitasi wisata halal dalam paket wisata religi bisa terlihat dari deretan bus dan peziarah di Makam tokoh agama maupun keberadaan dari tokoh agama yang ada. Mereka yang datang, umumnya berziarah atau untuk mendengarkan tauziyah pada momen-momen tertentu., misalnya pengajian rutin mingguan atau bulanan.
Pada titik destinasi di Kecamatan Sapuro misalnya, Pemerintah Kota Pekalongan terlihat mengakomodir potensi melimpahnya para "turis domestik" dalam beberapa tahun belakangan. Misalnya dengan memperlebar jalan menuju lokasi, dibuatkan gapuro yang megah di sisi kiri Pantura yang menuju lokasi. hampir setiap hari puluhan bus, maupun kendaraan pribadi dan travel parkir di sekitar Makam Habib Ahmad bin Andullah bin Thalib al-Atthas.
Di kutip dari Nu.online, meski tidak termasuk ulama yang tercantum dalam kelompok Walisongo, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Atthas tercatat sebagi seorang ulama besar yang membawa pengaruh terhadap perkembangan agama Islam di kawasan Pantura Barat. Beliau lahir tahun 1255 H di Kota Hajren, Handramaut, Yaman. Pasa masa kecilnya, mendapat didikan langsung dari orang tuanya yaitu Al Habib Abdullah bin Thalib al-Atthas dan asy-Syarifah Zaenah Binti Ahmad Alkaf dalam bidang agama.
Wisata relegi tadi, menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat sekitar. Bangunan hotel bertambah, termasuk hotel-hotel syariah. Rumah makan, serta kelompok pedagang suvenir dan oleh-oleh ikut menggeliat. Terlebih pada momen-momen bersamaan dengan acara khol atau acara khari besar keagamaan Islam, pengunjung dari luar kota seperti tumpah ruah memenuhi jalan-jalan di Kota Pekalongan. Tidak jarang akhirnya pihak Kepolisian, Dinas Perhubungan dan pihak terkait melakukan rekayasa lalu lintas agar jalur pantura tidak stagnan dalam arus lalu lintas.
Banyak tempat wisata relegi lainnya di Kota Pekalongan dan sekitarnya selain yang ada di Sapuro tadi. Misalnya makam Habib Hasyim, Makam Habib Syech bin Alwi, Makam Wali Qurib, Makam Mbah KHMuhammad Ilyas dan lain sebagainya.
Makam-makam tersebut yang menjadi destinasi relegi berimbas pula dengan produksi batik yang memang menjadi salah satu ciri produk UMKM Kota Pekalongan. Batik-batik dengan harga yang merakyat hingga premium tersedia baik di lapak-lapak sekitar lokasi makam, juga di outlet-outlet yang ada di dalam kota Pekalongan, bahkan sudah tersedia juga di Pasar Grosir Setono.
Keberadaan grosir batik ini, menjadi sasaran pengunjung pasca ziarah atau selesai acara, mereka mampir.
Kekhasan lainnya dari Kota Pekalongan yang tidak kalah menarik bagi para "turis" tadi adalah kuliner khas berupa nasi megono otot dan garang asem serta pindang tethel.
Bila diperhatikan, sepertinya pihak stakeholder mengakomodir fakta tumbuh kembangnya wisata relegi tersebut dengan konsep penyediaan dan mempermudah akses, keamanan jalur serta beberapa fasilitas umum yang diperlukan di sekitar lokasi-lokasi tadi. Tentunya dari upaya-upaya ini bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan perekonomian masyarakat pada umumnya.