Imlek, seolah termitoskan akan turun hujan, lebat dan berhari-hari. Mitos ini sepertinya bukan sekedar mitos. Faktanya, sejak dua hari sebelum hari-H Imlek, hujan melanda di Kota Batang dan sekitarnya. Bahkan di beberapa tempat di kanan kiri saya tinggal genangan air hujan alias banjir menjadi pemandangan tak terbantah.
Seperti saat artikel ini ditulis. Angin berkesiuran menerpa pucuk dedaunan. Dua jam sebelumnya, sempat kering jalanan. Bahkan terik mentari sempat mengeringkan beberapa pakaian yang dijemur. Sempat was-was juga bila hujan lebat turun lagi. Ada beberapa agenda, yang akan saya kerjakan bila tidak hujan, salah satunya menyibukan diri di kebun. Ini sebuah aktifitas rutin yang saya kerjakan bila liburan.
Dengan berkebun, menjadikan ada pergerakan dari tubuh. Di kebun, di samping membersihkan rerumputan, juga memberikan makan pada ayam yang ada di kandang. Di kebun tersebut, saya tanam juga beberapa pohon pisang yang mulai berbuah. Juntaian panjang buahnya, memberikan kepuasan melihatnya.
Dalam penantian antara hujan dan tidak, datang tetangga sebelah rumah. Istri saya memanggilnya dengan sebutan Tante Rita. Dengan keramahan dan senyumnya, ia mengetuk pintu dan memberikan semacam parcel. Di dalam kotak parcel yang terbungkus dalam paper bag, ada kemasan atau box warna coklat bertulis Gong Xi Fa Cai. Berikutnya roti nastar bulat-bulat dan beberapa buah jeruk.
Dalam box tadi ketika saya buka ternyata kue ranjang, kue khas Imlek. Tentu istri saya yang menerima bingkisan dari Tante Rita dari mengucap terima kasih.
Tetangga sebelah rumah saya tersebut, memang dikenal baik dengan tetangga. Meski minoritas di lingkungan tempat tinggal saya, Tante Rita yang bermata sipit tersebut, suka berbagi dengan tetangga. Kebaikan hatinya ini, bisa jadi yang mengantarkan warga menyukai dan menerima kebersamaan bertetangga dengan keluarga Tante Rita.
Saya ingat, seminggu lalu ketika pulang dari kebun dan memetik tiga butir mangga yang merupakan petikan perdana dari mangga yang saya tanam, dua diantara mangga itu oleh istri saya diberikan kepada Tante Rita.
" Yang satu kita makan ya Yah, bolehkan yang dua untuk Tante Rita? "
Saya tidak habis pikir. Mangga yang hanya berbuah tiga butir, satu dimakan sendiri, dua diberikan orang lain. Saat pulang dari kebun kemarin, memang kami berpapasan dengan Tante Rita. Melihat mangga yang dibawa istri saya sempat berkomentar :"Waduh enak sekali mangga itu Bu. Bijinya tipis sekali dan rasanya disamping manis ada asam-asamnya. "
Bisa jadi, itu yang membuat Istri saya berniat memberikan mangga hasil panen perdana pada Tante Rita. Saya hanya diam.