Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto mempersilakan DPR gelar uji kepatutan dan kelaikan atau fit and proper test 10 nama calon pimpinan dan anggota dewan pengawas KPK yang dikirim oleh Joko Widodo.
Hal itu disampaikan Yusril saat menerima komisioner KPK periode 2019-2024 yakni Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak di Gedung Eks Sentra Mulia, Jakarta Selatan, Kamis (7/11).
"Ini merupakan jalan tengah agar Pasal 30 UU KPK dipatuhi dan putusan MK juga dipatuhi. Jalan tengah ini Insya Allah dapat mengatasi kemungkinan terjadinya kevakuman pimpinan KPK yang segera berakhir di penghujung Desember mendatang," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (8/11), dirilis dari cnnindonesia.com.
Perkembangan pergantian pimpinan KPK yang on progress sebagaimana disampaikan Menteri Yusril tersebut menjawab pertanyaan publik ihwal hasil kerja Panitia Seleksi Pimpinan dan Dewas KPK yang sempat menjadi isu publik. Akankah diteruskan atau diadakan pemilihan baru lagi.
Pemilihan Pimpinan KPK kali ini, menjadi isu penting untuk diatensi, karena berbarengan dengan momen penting yang beririsan yang saya catat sebagai berikut :
Pertama pembentukan Desk Pencegahan Tindak Pidana Korupsi oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal Pol. (Purn.) Budi Gunawan.
Kedua, kehadiran Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri yang akan memperkuat dan memperluas pemberantasan korupsi bersama KPK dan Kejaksaan Agung.
Ketiga, kondisi internal KPK saat ini yang perlu full support dari level pimpinan, yang bisa menjadikan KPK-reborn, lahir kembali dengan mengembalikan marwah berbasis integritas. Karena dengan marwah ini, akan menularkan energi baru pada pegawai KPK untuk kembali menunjukkan kepada publik sebagai pemberantas korupsi yang bertaji. Libas ke semua lini kementerian dan kelembagaan termasuk sesama aparat penegak hukum. Sangat ditunggu momentum ini.
Ketiga hal tersebut, menjadi amunisi dan kekuatan baru dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan jumlah kerugian negara dari kasus tindak pidana korupsi selama masa pemerintahan sebelum Prabowo (atau 10 tahun era Presiden Joko Widodo yaitu tahun 2014-2024) mencapai Rp 290 triliun, sumber dioleh dari Tempo.co.
Angka Rp. 290 triliun untuk kurun waktu 10 tahun, bila dibuat rata-rata per tahun setidaknya muncul angka kerugian negara sekitar Rp. 29 triliun. Sebuah angka yang bila diujudkan dalam realitas dunia pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur akan banyak memberikan manfaat bagi rakyat.