Sepertinya, perang melawan korupsi benar-benar sudah ditabuh di erah Presiden Prabowo Subiyanto. Gerakan ini mulai nampak masif diawali dengan kalimat menggelegar : " Ikan Busuk Dari Kepalanya. ", di sambut oleh jajaran kabinet Merah Putih, misalnya " Berantas Korupsi Dari Diri Sendiri. ". Beberapa Menteri sudah menunjukan action di lapangan. Korupsi, memang menjadi bidikan serius. Meskipun, tentu saja ada yang berkomentar sinis dan minir. " Ah, biasa, panas-panas tahi ayam. "
Selalu aja muncul pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada yang mencibir, pesimis hingga skeptis. Wajar, terlebih obyeknya adalah korupsi. Sebuah kata yang sangat bermakna sangat merugikan bagi negeri ini. Karena korupsi-lah, hak-hak rakyat menjadi hilang musnah menguap atau masuk ke perut tikus-tikus berdasi. Sampai terberitakan korupsi bukan hanya oleh tikus-tikus di kota, namun sudah merambah desa. Banyak Kepala Desa menggerogoti Dana Desa. Alhasil hampir 30% dana APBN bocor, seperti disampaikan beberapa pejabat negara yang merilis temua Transparancy Indonesia. Tentu ironis.
Sepertinya, bila gembar gembor ihwal korupsi begitu masif, anggaplah itu sebagai bagian dari "keseriusan" level atas. Bagaimana kesiapan para level di bawahnya? Para eselon I, II, III dan para pelaksana di lapangan? Jangan-jangan tidak mendengar atau pura-pura tidak mengetahui ada "kegencaran" dari level atas untuk memberangus korupsi, sehingga perlu dibentuk sebuah desk tersendiri oleh Menkopolkam, untuk menangani korupsi ini?
Jangan sampai perilaku korup menjadi zona nyaman bagi pelaku dan koleganya.
Konsep apa lagi yang akan ditawarkan? Misal konsep Aparat Penegak Hukum (APH) setelah melakukan penegakan hukum di suatu daerah, langsung disusul dengan perbaikan sistem di daerah itu, apa yang menjadi modus, misal dalam pengadaan barang dan jasa, di bobol, dikorupsi dan ditangkap. Lalu sistemnya yang menjadi celah korupsi tadi, diperbaiki. Selesai? Hal seperti ini sudah berulang kali dilaksanakan. Nyatanya, terus saja berulang, bisa jadi mengulangi modus yang sama di daerah lain, atau dengan modus baru oleh pejabat yang lainnya.
Sepertinya korupsi memang sangat sangat kebangetan. Korupsi menjadi hal yang bersilangan dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Salus populi suprema lex- kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
****
Dalam sebuah imajinasi, tergambar. Seorang yang dikenal sebagai pejabat (karena saat ditemukan warga di dekat jembatan batas kota, berdasi), mati tergeletak berlumuran darah, terutama pada bagian jantung dan kepala. Bila dilihat dari dua bagian tubuh tadi, sangat mungkin itu karena terjangan timah emas. Warga mengerumuni tempat tersebut. Polisipun sibuk mengolah TKP dan beberapa waktu kemudian muncul rilis : " Ditemukan pejabat A, diduga ditembak jantung dan kepalanya...." begitu yang tersiar di media.
Waktu yang bersamaan, di daerah lain, juga ditemukan mayat yang diduga pejabat juga, karena saat ditemukan masih menggunakan jas warna hitam. Hampir sama luka penyebab matinya dengan pejabat A yang ditemukan mati sebelumnya. Rilis yang kemudian tersiar di media sosial : " Ditemukan pejabat B, juga diduga mati ditembak. "
Menyusul kemudian pada malam harinya breaking news media TV, di daerah lainnya juga ditemukan mayat, kali ini meski diduga mati ditembak kepala dan jantungnya, tidak disebut sebagai pejabat, namun korban dikenal sebagai seorang pengusaha yang oleh publik dikenal sebagai "pengusaha licik suka main proyek. ". Begitulah, dua hari kemudian juga ditemukan lagi mayat yang dengan korban dengan latar belakang yang sama.