Lihat ke Halaman Asli

Dr. Herie Purwanto

TERVERIFIKASI

PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Acungan Jempol Buat Pak Menteri

Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Kompas.com

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman kembali menunjukkan tajinya dalam memberantas korupsi. Tiga orang anak buahnya yang terbukti melanggar hukum langsung dicopot. Ketiganya, menurut Mentan menerima fee atau pemulus proyek pengadaan dari beberapa pengusaha hingga mencapai Rp 10 miliar.

Menteri Pertanian Amran tidak mentolerir perbuatan korupsi atau pemerasan di lingkungan Kementan. Menurutnya KKN harus diberantas sampai ke akar apalagi sampai merugikan kepentingan petani yang tengah berproduksi. Mentan Amran telah secara konsisten memberantas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan Kementan sejak menjabat sebagai Mentan pada 2014 silam.

Selama masa kepemimpinannya tersebut, Mentan telah melakukan mutasi-demosi pegawai sebanyak 1.479 pegawai, diberikan sanksi 844 pegawai dan bahkan ada yang dipecat karena melakukan penyelewengan atau korupsi.

Berita yang dikutip dari fajar.co.id tersebut memantik saya untuk menulis artikel ini. Konsistensi Sang Menteri yang anti korupsi tersebut, sudah seharusnya dilakukan oleh para Menteri di Kabinet Merah Putih, bentukan Presiden Prabowo Subiyanto. Bila Sang Presiden menyatakan akan mengejar koruptor hingga Antartika, artinya di pemerintahanya lima tahun ke depan, tidak main-main dengan masalah korupsi.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman harus menjadi semacam role model di Kementerian atau kelembagaan. Sebagai orang pertama di Kementerian atau kelembagaan Negara lainnya, harus menjadi contoh dan bertindak nyata, tidak hanya sekedar lips service, namun memberikan punishment atas perilaku korup di jajarannya.

Sebuah pertanyaan mewakili publik : mungkinkan seorang pimpinan di sebuah instansi tidak mengetahui adanya titik-titik rawan korupsi yang dilakukan anak buahnya? Bukankah bila ia tidak langsung mengetahui, ada bagian, departemen, divisi atau unit kerja yang bertugas sebagai "mata telinga-nya?", bisa berupa Pengawas Internal, Inspektorat atau dengan nomenklatur lainnya?

Artinya, bila ada pimpinan yang benar-benar tidak tahu adanya titik rawan korupsi di lingkungan jajarannya, sama saja ia bisa distigma sebagai pimpinan yang apatis, yang tidak aware atau perduli. Terlebih, bila tugas dan fungsi Lembaga atau instansinya bersentuhan dengan pelayanan publik, dipastikan aka nada titik rawan korupsinya.

Korupsi pada konteks ini adalah termasuk korupsi kecil, pungli hingga korupsi yang masuk sebagai dalam 7 kelompok korupsi dan disebutkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yaitu : Kerugian Keuangan Negara, Penggelapan dalam Jabatan, Perbuatan Curang, Pemerasan, Gratifikasi, Suap Menyuap dan Benturan Kepentingan dalam Pengadaan.

Pada artikel saya sebelumnya, saya pernah menulis atau semacam surat terbuka sebagai respon atas pidato Presiden Prabowo Subiyanto di pascapengucapan sumpah dan janji, yang pada intinya para pejabat berkomitmen mundur dari jabatannya bila ada indikasi korupsi, termasuk bila yang terindikasi kosupsi adalah satu atau dua level jabatan di bawahnya. Hal ini dimaksudnya agar fungsi saling mengawasi, saling menegur dan saling mengingatkan benar-benar dilaksanakan dan atas kelalaiannya diberikan punishment, secara sadar mundur dari jabatan.

Menteri Andi Amran Sulaiman yang sudah menerapkan cara-cara yang tegas, layak untuk diapresiasi dan menjadi role model Kementerian atau Lembaga negara lainnya. Seperti itulah, atau barangkali ada lagi cara-cara extra-lainnya yang out of the box, dalam menghadapi korupsi yang memang sudah luar biasa efek dan pengaruhnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline