Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016. Hakim tunggal Eman Sulaeman menilai, tidak ditemukan bukti satu pun Pegi pernah diperiksa sebagai calon tersangka oleh Polda Jabar.
Menurut hakim, penetapan tersangka tidak hanya dengan bukti permulaan yang cukup dan minimal dua alat bukti, tapi harus diikuti adanya pemeriksaan calon tersangka yang termaktub dalam putusan Mahkamah Konstitusi, dikutip dari Kompas.Com
Bagaimana penetapan tersangka untuk kasus korupsi, haruskah juga diawali dengan pemeriksaan sebagai saksi? Atau dalam bahasa publik pemeriksaan sebagai calon tersangka? (Istilah ini diluar teks KUHAP).
Bila dirunut terkait perluasan objek praperadilan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi korban pertama dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas objek praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP dengan mencakup penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Putusan ini menjadi salah satu pertimbangan hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati dalam mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan menggugurkan statusnya sebagai tersangka KPK.
Pada saat itu, KPK masih berpegangan pada kontruksi preperadilan lebih pada pemeriksaan syarat formil, belum dalam tataran pendalaman mengenai substansi perkara.
Dalam posisi seperti ini, sementara pada sisi lain hakim sudah berparadigma out of the box salah satunya mengenai penetapan tersangka dianggap sudah bagian dari upaya paksa dan dikembangkan sebagai objek baru praperadilan.
Hal tersebut menjadi momentum dan paradigma baru, bahwa pemeriksaan seseorang yang diduga sebagai tersangka, akan diawali dengan pemeriksaan yang bersangkutan sebagai saksi.
Pengalaman saya melakukan pemeriksaan pada perkara korupsi, bisa jadi, saksi tersebut diperiksa berulang kali, baru untuk pemeriksaan yang ke sekian lainnya, ia baru ditetapkan sebagai tersangka.