Berdasarkan ketentuan pasal 3 Undang-Undang Republik indonesia nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi (selanjutnya disebut UU nomor 19 tahun 2019), Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK) diatur dalam pasal 6 adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
KPK mempunyai tugas, diantaranya melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik, dan melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. fungsi ini dilaksanakan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK.
Sehubungan dengan tugas KPK tersebut, maka untuk penguatan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan sinergi dengan instansi Aparat Pengawas Intern Pemerintahan dan Aparat Penegak Hukum perlu menyiapkan rumusan kebijakan di bidang koordinasi dan supervisi dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, dan menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi (sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 6 huruf b uu nomor 19 tahun 2019), KPK berwenang melakukan mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
Pada kontruksi ini, maka langkah Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK dengan turun ke wilayah menjadi efektif. di samping membawa peran kelembagaan, juga menjalin sinergitas dengan aparat penegak hukum lainnya. pada titik inilah, akan memunculkan pengaruh dan nilai-nilai integritas yang menjadi hal substantif dalam semangat pemberantasan korupsi.
Dengan turun ke wilayah, apabila mendapatkan perkara korupsi yang sedang ditangani oleh aph mendapat hambatan-hambatan, maka pemberian fasilitasi menjadi salah satu solusi, untuk bisa menjadi kontribusi dalam penyelesaian perkara korupsi tadi.
Dalam konteks koordinasi dan sejalan dengan filosofi lahirnya uu no 19 tahun 2019, maka KPK tidak menempatkan diri sebagai lembaga yang di atas aparat penegak hukum, namun dalam tataran yang sama dalam satu rumpun eksekutif. sehingga koordinasi yang dilaksanakan akan memunculkan sebuah sinergitas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. hal ini memberikan makna, memaksimalkan koordinasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, menjadi salah satu upaya untuk lebih memaksimalkan peran kelembagaan yang diberikan amanah oleh undang-undang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Adanya koordinasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi juga menunjukan tidak ada ego sektoral kelembagaan. masyarakat akan menilai positif, karena sejatinya yang dilihat adalah hasil out put dari kegiatan tersebut. untuk inilah, pimpinan KPK sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan kedeputian koordinasi dan supervisi KPK, agar semakin intens, membuat kontruksi koordinasi menjadi semakin solid dan efektif.
Setidaknya ini substansi yang ingin dicapai dari Pelatihan Bersama Peningkatan Kemampuan Aparat Penegak Hukum dan Aparat Intern Pengawas Pemerintah yang akan dilaksanakan dari tanggal 10 sampai dengan 14 Juni 2024 bertempat di Hotel Aruna, Lombok Barat.