Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menangani dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian, dengan Syahrul Yasin Lampo sebagai tersangka bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementan RI serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan RI.
Diketahui, Syahrul Yasin Lampo merupakan kader Partai Nasdem, yang mengusung Anies Baswedan sebagai Bacawapres bersama Cak Imin. Bisa jadi penetapan tersangka ini, memunculkan asumsi bahwa KPK tengah bermain politik, mencampur adukan kewenangan dalam pemberantasan korupsi di tengah arus politik pencapresan tadi. Intinya KPK diduga tebang pilih. Benarkah asumsi ini?
Bila tebang pilih dimaknakan sebagai sikap memilih-milih mana perkara yang harus ditangani dan diprioritaskan, tentu KPK harus melakukan hal ini. Mengapa?
Karena KPK harus menelisik mana perkara yang masuk "kakap" dan mana yang "teri". Hal ini berdasarkan, kemampuan dan keterbatasan yang ada di KPK, dibandingkan dengan kuantitas atau jumlah pengaduan masyarakat terkait korupsi pada KPK. Bila misalnya penanganan berdasarkan nomor urut pengaduan, sebagaimana antri beli tiket di stadion bung Karno misalnya, tentu tidak efektif.
Sebagai gambaran laporan pengaduan masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima sebanyak 4.623 laporan pengaduan dari masyarakat terkait dugaan korupsi selama tahun 2022.
Pengaduan itu masuk ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM), dari total 4.623 pelaporan, 363 diantaranya tidak memenuhi kriteria laporan dugaan tindak pidana korupsi sehingga diarsipkan.
Kemudian, 4.260 laporan dilanjutkan pada proses verifikasi. 1.631 pengaduan ditindaklanjuti untuk penelaahan. Sedangkan 2.414 laporan belum dapat ditindaklanjuti karena tidak disertai dengan uraian dugaan fakta tindak pidana korupsi. republika.co.id
Dengan fakta tersebut, maka yang dilakukan oleh KPK dengan melibatkan dan mengerahkan pegawainya yang berjumlah sekitar 1.500 pegawai, yang langsung menangani perkara atau yang terlibat langsung pada core bisnis penyidikan berada pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi yang jumlahnya tidak lebih dari 500 pegawai.
Jumlah ini dirinci lagi, penyidik yang khusus menangani perkara jumlahnya tidak lebih dari 140 orang. Mereka terbagi dalam 20 Satuan Tugas. Menangani perkara korupsi membutuhkan waktu yang tidak sebentar, bisa dua hingga 6 bulan bahkan lebih tergantung tingkat kesulitannya.
Karena bukan sekedar pemberkasan, namun juga mengutamakan aset tracing dan pemulihan aset. Artinya dalam rentang waktu satu tahun, masing-masing Satgas harus bisa menyelesaikan antara 4-5 perkara.