Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (5/9/2023). Adapun perkara yang terjadi pada 2012 di kementerian yang kini berganti nama menjadi Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) itu disidik KPK sejak Juli 2023.
"Melalui gelar perkara, KPK sepakat naik pada proses penyidikan perkara tersebut, setelah menemukan kecukupan alat bukti sejak sekitar Juli 2023 dan surat perintah penyidikan terbit setelahnya, sudah sejak sekitar Agustus 2023 lalu," kata Ali Fikri, Minggu (3/9/2023) kemarin. Ali juga memastikan, pengusutan perkara ini jauh sebelum adanya deklarasi Cak Imin menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) mendampingi bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan untuk kontestasi Pemilhan Presiden (pilpres) 2024, dikutip dari Kompas.com
Penjelasan dari pihak KPK ini memuat substansi sebagai berikut :
Pertama, Komisi Pemberantasn Korupsi sedang melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pengadaan system perlindungan atau proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI). Kejadian perkara tersebut diduga pada tahun 2012.
Kedua, KPK sudah menetapkan kecukupan alat bukti sejak sekitar Juli 2023 melalui proses gelar perkara, jauh sebelum adanya deklarasi Cak Imin menjadi pendamping bakal calon Presiden Anies Baswedan.
Dari kedua substansi ini dapat diperjelas sebagai berikut:
Pertama, KPK menegaskan, bahwa dugaan tindak pidana yang sedang dilakukan proses penyidikan terjadi di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2012. Jadi siapapun menteri-nya atau pejabat yang terkait dengan locus dan tempus (tempat dan tahun kejadian) dipastikan akan dimintai keterangan sebagai saksi dan bila dari keterangan saksi serta alat bukti lain menunjukan dia-lah pihak yang layak diminta pertanggungjawaban pidananya, maka demi kepastian hukum, dipastikan akan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
Tenggang waktu gelar perkara yang menetapkan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan, sebelum pendeklarasian Cak Imin, menjadi absurd bila dikatakan KPK telah berbuat "kriminalisasi" atau " politisasi" atau " KPK menjadi alat politik." Justru kepada pihak-pihak yang memahami proses hukum, mengaku sebagai pakar hukum atau sebagai pendekar hukum, tidak menisbikan fakta tersebut. Status perkara dari penyelidikan hingga ke ranah penyidikan, memakan waktu yang tidak sebentar, bisa berbulan-bulan atau bahkan tahunan.
Berulang kali saya menulis di artikel kompasiana, menjadikan sebuah perkara untuk direkayasa, akan melibatkan banyak pihak internal KPK, tidak serta merta hanya keputusan satu pihak, inipun bersifat kolektif kolegial. Sangat tidak mudah menyatukan, menjadikan banyak orang di KPK sesuai dengan tugasnya sebagai penyelidik, penyidik, Penuntut KPK, pengawas, auditor dan lainnya dalam sebuah "irama" orchestra yang diatur sedemikian rupa dengan mengesampingkan substansi perkaranya. Tidak mudah sekali lagi mendisgn sebuah perkara hanya untuk menuruti satu kemauan dalam situasi heterogenitas peran dan fungsi yang ada di KPK.
Pihak-pihak di luar KPK yang berasumsi, sebuah perkara bisa dengan mudah diatur, direkayasa dan sebagainya, hanya melihat seolah-seolah terbitnya surat perintah pernyidikan, cukup diajukan oleh penyidik dan ditanda tangani oleh Pimpinan KPK. Tidak semudah itu, seperti mengajukan surat non pro yustia lainnya. Melalui proses berlapis dan "diuji" melalui mekanisme gelar perkara tadi.