Jumat pagi, sebelum masuk kantor, saya biasakan untuk berjalan kaki sekitar 30 menit, melaksanakan rekomendasi hasil Medical Cek Up tahun lalu. Detik nol saya hitung ketika start dari tempat saya berdomisili selama tugas di Jakarta, yaitu Guntur, Setiabudi Jakarta Selatan. Kaki diayunkan, sampai ke kantor tidak lebih dari sepuluh menit. Terus saya langkahkah hingga di lantai 3 Gedung Merah Putih KPK. Di lantai 3 tersebut ada semacam lobby dan sayap tepiannya biasa dijadikan tracking untuk jalan kaki atau senam aerobic maupun zumba serta kegiatan resmi kantor lainnya.
Di lantai 3 Gedung tersebut, di tepiannya tumbuh tanaman hias yang beraneka ragam, Sangat terawat karena ada petugas khusus yang menanganinya. Pagi tadi, saat sudah mengitari beberapa putaran, tiba-tiba saya tertarik dengan petugas perawat tanaman tersebut yang sedang menggunting tanaman hias. Saya berhenti sejenak dan mengambil gambarnya. " Saya ambil gambarnya ya Pak. " Ijin saya pada bapak berseragam biru tersebut. Heavy-nya, saya ingin mengambil gambar gunting yang bapak itu gunakan.
Dengan gunting tersebut, setidaknya tanaman begitu indah dan terawat. Dalam diksi kontra analog-nya adalah dengan "menggunting" anggaran Negara, maka berkurangnya nilai, volume dan kualitas sebuah proyek. Maka hasilnya kemudian, dengan gaya hyperbola, tiada lagi keindahan yang semestinya terbentuk atas pembiayaan sebuah proyek yang berasal dari anggaran Negara yang nita benenya adalah salah satunya dari pajak yang terbayarkan dari tetesan keringat rakyat negeri ini.
Menggunting anggaran atau dengan bahasa lain "menyunat" anggaran, sepertinya sudah jamak terdengar di masyarakat. Ini sebuah kejamakan yang tentunya memprihatinkan. Padahal, kegiatan gunting anggaran, sama dengan mengurangi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan Pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan dalam kenyamanan di jalan raya serta pelayanan publik lainnya yang secara detail masuk dalam rumusan APBN.
Sebagai ilustrasi, sebagaimana diberitakan Republika.co.id, sepertiga dari total dana APBN 2011 sebesar Rp 1.230 triliun dikorupsi pejabat pemerintah. Pendapat ini dikemukakan mantan menteri keuangan, Fuad Bawazier. Menurut Fuad, nilai dana transfer daerah berdasarkan Undang-Undang (UU) APBN 2011 mencapai Rp 334,322 triliun. Perinciannya, dana bagi hasil (DBH) Rp 83,558 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp 225,532 triliun, dan dana alokasi khusus (DAK) 25,232 triliun.
Meskipun ilustrasi menggunakan data dua tahun berjalan, namun substansinya masih relevan. Sehingga bukan sebagai tanda tanya apabila itu mungkin saja terjadi untuk tahun berikutnya. Idealnya penyelenggara negara, tidak menggunting-gunting anggaran yang bertujuan untuk kemakmuran rakyatnya, karena sejatinya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara, sehingga wajib diperjuangkan selaras dalam sebuah komitmen hidup bernegara yang berdasar pada hukum, Salus populi suprema lex.
Gunting menggunting, sebuah kegiatan yang bermakna ganda. Satu sisi menjadikan sebuah obyek menjadi bentuk yang diharapkan. Di sisi lain, obyek yang dihasilkan menjadi lebih berantakan, tak berbentuk dan menyimpang dari skema yang diinginkan.
Itu filosofi gunting dengan setting korupsi, bila filosofi tersebut diarahkan pada kehidupan maka terderet narasi indah tentang gunting dalam kehidupan ini : " Janganlah berjalan seperti gunting, meskipun jalan tegak lurus namun hasil akhirnya adalah memisahkan satu obyek menjadi beberapa obyek bagian. Lain dengan jarum, meski menusut dan menyakitkan, namun hakikatnya tujuan akhirnya adalah menyatukan. "
Begitulah gunting. Tajam dan bisa melakui siapapun yang menggunakannya. Ia bisa memisahkan obyek, dengan nilai-nilai keutuhan yang sangat diperlukan bagi eksistensi sebuah skema atau pola yang telah dirancang untuk kemaslahatan bersama.
Pada alam nyata, gunting yang digunakan dengan sebaik-baiknya oleh Pak Tukang Kebun di kantor saya tadi, bisa membuat beragam tanaman dengan beragam corak dan warna menjadi lebih tertata rapi dan indah di pandang mata.