Lihat ke Halaman Asli

Dr. Herie Purwanto

TERVERIFIKASI

PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Udah Cape Nih Dengerin Korup....

Diperbarui: 5 Mei 2023   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Kompas.com

Artikel saya di Kompasiana kemarin, berjudul : " Optimis Pada Hasil Kerja Satgas Rp. 349 Trilliun" menuai beberapa komentar dari pembaca, salah satunya adalah dari Pak Joko Kuswanto. Beliau menulis " udh cape...nih dengerin korup. " Sederet frasa kata yang sederhana, mengandung keluhan, rasa jengah dan tentunya kecewa. Bahkan saya maknakan sebagai sebuah satire, atau sindiran yang menghujam. Betul sekali Pak Joko, tentunya itu cukup mewakili keluhan rakyat negeri ini. Peluh keringat kerja, sebagian untuk membayar pajak pada negara, e belakangan uang-uang tersebut yang semestinya untuk kemakmuran raktyat malah "diembat" oleh mereka "sang Koruptor" secara beramai-ramai.

Banyak pakar, akademisi, tokoh agama dan sebagainya yang memberikan pandangan tentang bagaimana itu korupsi, mengapa terjadi dan bagaimana dampaknya. Bahkan tiga lembaga aparat penegak hukum di negeri ini yang diberi wewenang untuk memberantasnya, sampai detik ini belum juga tuntas melaksanakan tugas tersebut. Sampai munculah keluah kesah Pak Joko tadi.

Sepakat, cape rasanya. Sepertinya, harus bagaimana lagi menangani korupsi yang sudah menggurita dan hampir menyentuh ke semua lini aspek kehidupan. Koruptor tidak hanya disematkan pada mereka yang mempunyai wewenang, namun yang tidak mempunyai wewenangpun ikut masuk dalam cluster korupsi. Pada kelompok ini, nekad menerobos pusaran korupsi hingga ia terbawa hingga tergerus di dalamnya.

Sepertinya tidak percaya, bagaimana mungkin seorang artis yang enak dan nyaman dengan dunia entertainment, banting setir, jadi politikus dan jleb kena perangkat korupsi. Demikian halnya pengusaha, sampai pada profesi lainnya yang "sebenarnya" tidak perlu bermain api di pusaran korupsi, malah terseret dan menikmatinya.

Sepertinya, berjalan pada sebuah jalan panjang yang tak berakhir usaha untuk memberantas korupsi. Ia juga diibaratkan sebagai tikus, binatang yang suka memakan apa saja. Bukan hanya makanan seperti roti, nasi, lauk pauk, namun juga kabel, kawat hingga kasur di kamar. Semua yang bisa dimakan, ia makan demi urusan perutnya. Begitu miris analog seorang koruptor tersebut.

Namun, kejeraan atas vonis, penyitaan aset hingga tercemarnya nama diri, keluarga hingga almamater, seolah tidak juga menjadi pelajaran untuk menghindari korupsi. Tentu, sangat ironis ketika pernah seorang pejabat di daerah yang terkena anti korupsi, baru turun dari acara anti korupsi yang ia gelorakan, harus dicokok KPK. Sebuah pemandangan yang paradox dan menyedihkan.

Korupsi bak tikus yang dengan mudah beranak pinak. Menyedihkan. Sebagian orang mungkin menganggap menjijikan. Namun, ini adalah fakta, menjadi bagian dari kehidupan kita. Menjadikan korupsi sebagai musuh bersama (public enemy), setidaknya menyadarkan pada diri kita sendiri, sebelum mengajak orang lain untuk tidak masuk dalam perangkap cluster korupsi. Siapapun kita, jangan terjebak pada korupsi!

Jangan menyerah dan pesimis, menjadikan korupsi sebagai musuh bersama salah satunya adalah dengan memberikan sanksi sosial pada mereka Sang Koruptor. Jangan lagi mengelu-elukan koruptor sebagai pahlawan, sebagai orang yang terdholimi, seolah-olah proses hukum-nya yang salah.

(Untuk Pak Joko Kuswanto, sekali lagi Terima Kasih untuk Komentarnya)

Salam Anti Korupsi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline